Ketegaran yang Berbuah Kebahagian
Kehidupan keluarga hendaklah dipupuk dengan kasih saying.
Masing-masing pihak, suami maupun istri, harus saling bertanggung jawab satu
sama lain. Karena itu, keduanya harus saling memiliki ketegaran dan kesabaran
yang penuh dalam menghadapi kehidupan. Namun sangat disesalkan, kita seringkali
menjumpai sebagian orang, lantaran hasutan serta beratnya pekerjaan dan
kehidupan yang digeluti, telah kehilangan sikap semacam ini. Mereka tidak mampu
bersikap tegar menghadapi pasangan hidupnya dan hanya lantaran sebab yang
sepele, ia langsung bertindak di luar batas sehingga mengancam kebahagiaan
keluarga. Dalam tulisan ini akan diketengahkan pembahasan tentang akar-akar
penyebab terjadinya persoalan tersebut.
Dalam perjalanan kehidupan manusia selalu diwarnai oleh
berbagai bentuk perilaku, kebiasaan dan sikap domestiknya. Dapat dikatakan
bahwa setiap orang memiliki cara bertindak dan perilaku yang khas. Dalam dunia
kehidupan rumah tangga, bila pihak suami maupun istri bertindak tak ubahnya
seorang majikan yang suka memerintah pembantunya, maka tak ada pilihan lain
bagi pasangannya kecuali bersikap taat dan berserah diri. Kita seringkali
menemui seorang suami yang memperlakukan istrinya seperti pelayan atau budak
yang tidak punya pilihan selain ketaatan. Ini tercermin dari
pertanyaan-pertanyaan sinis sang suami kepada istrinya seperti; mengapa engkau
tidak mengerjakan ini, mengapa tidak engkau hidangkan makanan ini, mengapa dan
mengapa. Seperti celoteh interogatif jaksa penuntut dihadapan terdakwa.
Sang suami tersebut lupa bahwa istrinya berdasarkan
syariat Islam dan undang-undang, tidak wajib menunaikan pekerjaan-pekerjaan
tersebut. Dengan kata lain, pekerjaan-pekerjaan tersebut lebih dipandang
sebagai pekerjaan-pekerjaan yang berbobot kemanusian nan mulia yang dilakukan
istri karena kasih sayangnya, sehingga patut dipuji dan dihargai bila
dilaksanakan sang istri. Sebaliknya pula, kita tak jarang menjumpai seorang
istri yang memperlakukan suaminya tak lebih sebagai seorang hamba yang hina
dina. Dalam hal ini, keberadaan sang suami tak ubahnya bidak-bidak catur,
mengikuti perhitungan, perintah dan larangan istrinya. Dan bila suaminya jatuh
miskin, seorang istri akan menyebut-nyebut hal itu seraca memperlihatkan
kekayaan dirinya. Perilaku semacam ini jelas tidak sejalan dengan hakikat
kemanusiaan serta prinsip dan landasan kehidupan bersama.
Akhlak buruk, sikap kasar, serta tidak adanya ketegaran
dalam bergaul merupakan penyebab timbulnya pertengkaran yang dapat merusak
kehidupan bersama. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa akhlak yang buruk dan
tidak adanya ketegaran dalam pergaulan akan menyebabkan ketuaan yang bersifat
prematur (tua sebelum waktunya). Penelitian lain membuktikan bahwasanya
sebagian besar penyakit hati (lever) disebabkan lantaran pertengkaran, dan
tidak adanya ketegaran, khususnya diantara pasangan suami-istri yang gemar
berpetualang.
Suasana kehidupan keluarga yang selalu diliputi
ketegangan akibat perilaku kasar dan pengekangan yang berlebihan akan
menggiring anak-anak ke dalam situasi yang sangat berbahaya. Jiwa mereka
niscaya akan terguncang hebat. Selain itu, mereka juga akan kehilangan perasaan
tenang yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan mentalnya.
Untuk menelaah sebab-sebab yang tersenbunyi di balik
segenap apa yang telah dijelaskan, kami akan mengemukakan sejumlah hal yang
dapat menjelaskan permasalahan diatas.
1. Tidak adanya saling pengertian.
Tidak adanya sikap saling mengerti dan minimnya
pengetahuan tentang pelbagai ketentuan yang harus dipelihara dalam pergaulan
bersama menyebabkan timbulnya berbagai kesulitan yang menjurus pada
pertengkaran. Adapun penyebab tidak adanya saling pengertian dan keharmonisan,
sebagiannya bersumber pada kesenjangan usia, pengertian dan pengalaman hidup.
Sementara sebagian lainnya bersumber dari perbedaan selera dan gaya hidup.
Salah satu hal yang patut disesalkan adalah pasangan
suami-istri sekalipun telah menjalani kehidupan bersama selama beberapa bulan
atau bahkan beberapa tahun gagal mengenali kepribadian pasangannya. Padahal,
dengan saling mengenal satu sama lain, berbagai persoalan hidup akan dapat
diatasi dengan mudah dan keduanya akan selalu bersikap tegar demi menjaga
keharmonisan hidup bersama.
2. Kemelut Hidup.
Banyak orang yang memperhatikan dan memnerlakukan
aturan-aturan sedemikian rupa hanya demi memenuhi ambisinya semata. Orang-orang
semacam ini begitu mudah naik pitam dan marah besar ketika mengetahui adanya
kesalahan barang sedikit saja.
Dalam kasus ini, bisa kita bayangkan apa yang akan
terjadi misalnya, apabila seorang suami yang begitu ketat memberlakukan aturan
pulang kerumahnya, sementara ia menganggap segala sesuatu dalam keadaan baik
dan rapi. Namun kemudian ia menjumpai keadaan rumah yang begitu kacau balau dan
semrawut. Apa lagi yang akan terjadi kalu bukan pertengkaran dan ocehan yang
menykitkan hati
3. Kerja keras
Betapa banyak orang yang gampang mengumbar amarah hanya
lantaran sebab-sebab yang sangat sepele. Dalam hal ini, kami menemukan
alasannya, pekerjaan yang menumpuk dan melelahkan telah melemahkan jaringan
saraf mereka, sehingga menghilangkan kemampuan untuk bersikap tegar dan
berfikir jernih . Dalam keadaan demikian, mereka acapkali secara tiba-tiba
belaku buruk terhadap istrinya tanpa menyertakan belaskasih sedikitpun dan
tanpa sebab yang jelas. Situasinya bahkan sedemikian rupa, sampai-sampai kita
menjumpai adanya sebagian istri yang harus bekerja rodi di rumahnya, sehingga
menjadikan dirinya nampak seperti mayat hidup. Para istri tersebut sungguh
telah kehilangan kemampuannya untuk berinteraksi dengan suaminya secara layak,
bijak dan berimbang. Kami mewasiatkan kepada seluruh pasangan suami-istri agar
senantiasa bersikap seimbang dalam hal pekerjaan serta memelihara pelbagai
batasan kehidupan bersama secara konsekuen.
4. Kekacauan pikiran
Adakalanya kita menjumpai seseorang yang dilanda banyak
masalah dan terus berduka lantaran mengalami kekacauan pikiran dan gangguan
mental. Hal tersebut pada gilirannya menimbulkan sejumlah problema lain,
seperti rasa was-was yang mendorong amarah, tidak dapat bersikap tegar, dan
sering berperilaku sangat kasar, karenanya sedikit saja mereka mengalami benturan,
niscaya tapi kemarahan akan segera berkobar.
5. Faktor faktor luar
Tak jarang sebuah pertangkaran dalam keluarga dipicu oleh
sejumlah faktor yang datang dari luar, misalnya, seorang suami yang bekerja di
suatu tempat kemudian bertengkar dengan sejawatnya. Pertengkaran tersebut pada
gilirannya begitu membekas dihati sehingga menjadikannya merasa kesal dan
mendendam. Kemudian, lantaran suatu sebab, atau bahkan tidak ada sebab
sekalipun, ia langsung menumpahkan kemarahan dan dendamnya kepada keluarganya.
Begitu pula dengan seorang ibu rumah tangga yang tidak
mampu lagi menguasai dirinya lantaran selalu mengamat-amati kehidupan
tetangganya yang hidup makmur. Semua itu kemudian melahirkan penyesalan dalam
diri yang tak jarang diungkapkan dalam bentuk keluhan dan tangisan. Sungguh
tidak masuk akal apabila seorang suami atau istri lantaran diterjang problema
diluar rumah, bersikap mementingkan dirinya sendiri, ketika pulang kerumah,
dirinya berusaha menghilangkan kekesalannya dengan cara menumpahkan amarahnya
kepada orang orang yang tidak bersalah.
6. Minimnya ketegaran
Seringkali seseorang sampai hilang kesabarannya dan naik
pitam ketika menghadapi sejumlah pertanyaan istrinya (yang sebenarnya tidak
sampai menyinggung hati). Namun entah mengapa ia langsung gelisah dan
berteriak, “Mengapa engkau tidak menjauh dariku?” Biarkanlah aku dengan
urusanku! Dalam kasus ini, sang suami sungguh tidak mampu bersikap tegar.
7. Tidak adanya keseimbangan jiwa
Seorang suami yang kehilangan keseimbangan jiwa niscaya
akan menderita komplek rendah diri (inferiority complex). Lantaran itu, ia akan
selalu menumpahkan segenap problema yang dihadapi pada keluarganya. Dalam hal
ini, istri dan anak anaknya akan terjangkit dua hal, penyakit jiwa lantaran
ketenangan rohaninya telah hilang sehingga mudah emosi dan menumpahkan amarah
kepada segenap hal, dan penyakit sadisme (merasa senang menyaksikan dan
menjadikan orang lain menderita).
8. Tidak adanya kelembutan
Tidak adanya kelembutan dan sikap menghargai perasaan
orang lain dalam pegaulan acapkali menyulut terjadinya banyak pertengkaran.
Keterusterangan tentu merupakan tindakan terpuji asalkan tidak sampai melanggar
batas-batas etika dan sopan santun, serta dengan selalu memperhatikan ketegaran
pihak lain yang menjadi pendengar. Keterusterangan seperti apakah yang bisa
menyulut kobaran api yang melalap seisi rumah atau menjadi pedang beracun dalam
diri manusia?
Kehidupan rumah tangga menuntut kecermatan dan
kehati-hatian dalam berbicara serta bergaul. Adalah bijak menghindari keterusterangan
jika itu hanya akan menyebabkan timbulnya pelbagai pengaruh destruktif. Dalam
hal ini, masih banyak cara lain yang dapat ditempuh yang tidak sampai
membuahkan akibat buruk. Dalam uraian sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa
sikap irasional dalam kehidupn bersama (suami-istri) merupakan penyebab
langsung terjadinya pertengkaran-pertengkaran yang dapat merontokkan
sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Untuk itu, baik pihak suami maupun istri
dituntut untuk selalu bersikap rasional dalam mengarungi lika-liku hidup
bersama demi menepis kabut kelam yang menyelubungi cakrawala kehidupan
keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar