1. Filsafat Yunani
Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani
berarti menyaksikan kelahiran filsafat.
Karena itu tidak ada pengantar filsafat yang lebih ideal dari pada study
perkembangan pemikiran filsafat di negeri Yunani. Alfred Whitehead mengatakan tentang
Plato: "All Western phylosophy is but a series of footnotes to Plato". Pada Plato dan filsafat Yunani umumnya
dijumpai problem filsafat yang masih dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema
filsafat Yunani seperti ada, menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa,
pengenalan, Allah dan dunia merupakan tema-tema bagi filsafat seluruhnya.
Filsuf- Filsuf Pertama
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan
Anaximenes. Ketiganya secara khusus
menaruh perhatian pada alam dan kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik
pada adanya perubahan yang terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang
tetap tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya
itu. Thales mengatakan bahwa prinsip itu
adalah air, Anaximandros berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas
sedangkan Anaximenes menunjuk udara.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi,
Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan
jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai kehidupan
bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang pertama adalah
ikan. Dan manusia pertama tumbuh dalam perut ikan. Sementara Anaximenes dapat
dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh
manusia dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan
pernapasan di dalam tubuh manusia.
Filosof berikutnya yang perlu diperkenalkan adalah Pythagoras.
Ajaran-ajarannya yang pokok adalah pertama dikatakan bahwa jiwa tidak dapat
mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan
itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya,
jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu. Kedua dari penemuannya terhadap
interval-interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan
dengan bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis
dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah bilangan.
Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa
jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan
pusat dari sebuah rumah.
Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan
bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan, karena
api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu sementara apinya
sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan bahwa di dalam dunia
alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu yang ada sedang menjadi.
Pernyataannya yang masyhur "Pantarhei kai uden menei" yang artinya
semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap. Filosof pertama
yang disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah Parmenides. Parmenides berpendapat bahwa yang ada ada,
yang tidak ada tidak ada. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah yang ada 1)
satu dan tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin ada perubahan, 3) sempurna,
tidak bisa ditambah atau diambil darinya, 4) mengisi segala tempat, akibatnya tidak
mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos.
Para filsuf tersebut dikenal sebagai filsuf monisme yaitu pendirian
bahwa realitas seluruhnya bersifat satu karena terdiri dari satu unsur saja. Para
Filsuf berikut ini dikenal sebagai filsuf pluralis, karena pandangannya yang
menyatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur. Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri
dari empat rizomata (akar) yaitu api, udara, tanah dan air. Perubahan-perubahan
yang terjadi di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta (Philotes) dan
benci (Neikos). Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan (manusia)
berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang sama. Pruralis yang berikutnya
adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa realitas adalah terdiri dari sejumlah
tak terhingga spermata (benih). Berbeda dari Empedokles yang mengatakan bahwa
setiap unsur hanya memiliki kualitasnya sendiri seperti api adalah panas dan
air adalah basah, Anaxagoras mengatakan bahwa segalanya terdapat dalam segalanya. Karena itu rambut dan kuku bisa tumbuh dari
daging.
Perubahan yang membuat benih-benih menjadi kosmos hanya berupa satu
prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau rasio.
Nus tidak tercampur dalam
benih-benih dan Nus mengenal serta mengusai segala sesuatu. Karena itu, Anaxagoras dikatakan sebagai
filsuf pertama yang membedakan antara "yang ruhani" dan "yang
jasmani". Pluralis Leukippos dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf atomis. Atomisme mengatakan bahwa realitas terdiri
dari banyak unsur yang tak dapat dibagi-bagi lagi, karenanya unsur-unsur
terakhir ini disebut atomos. Lebih lanjut dikatakan bahwa atom-atom dibedakan
melalui tiga cara: (seperti A dan N), urutannya (seperti AN dan NA) dan
posisinya (seperti N dan Z). Jumlah atom tidak berhingga dan tidak mempunyai kualitas,
sebagaimana pandangan Parmenides atom-atom tidak dijadikan dan kekal.
Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong sehingga memungkinkan
adanya gerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri
dari dua hal: yang penuh yaitu atom-atom dan yang kosong. Menurut Demokritos
jiwa juga terdiri dari atom-atom. Menurutnya proses pengenalan manusia tidak
lain sebagai interaksi antar atom.
Setiap benda mengeluarkan eidola (gambaran-gambaran kecil yang terdiri
dari atom-atom dan berbentuk sama seperti benda itu). Eidola ini masuk ke dalam panca indra dan
disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari atom-atom eidola.
Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan sebagainya, semua hanya
berkuantitatif belaka. Atom jiwa bersentuhan dengan atom licin menyebabkan rasa
manis, persentuhan dengan atom kesat menimbulkan rasa pahit sedangkan sentuhan
dengan atom berkecepatan tinggi menyebabkan rasa panas, dan seterusnya.
Kaum Sofis dan Socrates
Filsafat dalam periode ini ditandai oleh ajarannya yang "membumi"
dibandingkan ajaran-ajaran filsuf sebelumnya. Seperti dikatakan Cicero
--sastrawan Roma-- bahwa Socrates telah
memindahkan filsafat dari langit ke atas bumi.
Maksudnya, filsuf pra-Socrates mengkonsentrasikan diri pada persoalan
alam semesta sedangkan Socrates mengarahkan obyek penelitiannya pada manusia di
atas bumi. Hal ini juga diikuti oleh para sofis. Seperti telah disebutkan di
depan, sofis (sophistes) mengalami kemerosotan makna. Sophistes digunakan untuk
menyebut guru-guru yang berkeliling dari kota ke kota dan memainkan peran penting
dalam masyarakat. Dalam dialog
Protagoras, Plato mengatakan bahwa para sofis merupakan pemilik warung yang
menjual barang ruhani. Sofis pertama adalah Protagoras, menurutnya manusia
ialah ukuran segala-galanya. Pandangan ini bisa disebut "relativisme"
artinya kebenaran tergantung pada manusia.
Berkaitan dengan relativisme ini maka diperlukan seni berdebat yang
memungkinkan orang membuat argumen yang paling lemah menjadi paling kuat.
Ajarannya tentang negara mengatakan bahwa setiap negara mempunyai adat
kebiasaan sendiri; seorang dewa berkunjung kepada manusia dan memberi anugerah
--keinsyafan akan keadilan dan aidos hormat pada orang lain-- yang memungkinkan
manusia dapat hidup bersama. Filsuf berikutnya adalah Gorgias yang
mempertahankan tiga pendiriannya; 1) Tidak ada sesuatupun, 2) Seandainya sesutu
tidak ada, maka ia tidak dapat dikenali, 3) Seandainya sesuatu dapat dikenali,
maka hal itu tidak bisa disampaikan kepada orang lain.
Sofis Hippias berpandangan bahwa Physis (kodrat) manusia merupakan
dasar dari tingkah laku manusia dan susunan masyarakat, bukannya undang-undang
(nomos) karena undang-undang sering kali memperkosa kodrat manusia. Sofis Prodikos mengatakan bahwa agama
merupakan penemuan manusia. Sedangkan
Kritias berpendapat bahwa agama ditemukan oleh penguasa-penguasa negara yang licik.
Sebagaimana para sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dari
pengalaman keseharian dan kehidupan kongkret. Perbedaannya terletak pada
penolakan Socrates terhadap relatifisme yang pada umumnya dianut para
sofis. Menurut Socrates tidak benar
bahwa yang baik itu baik bagi warga negara Athena dan lain lagi bagi warga
negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai
yang sama bagi semua manusia, dan harus dijunjung tinggi oleh semua orang.
Pendirinya yang terkenal adalah pandangannya yang menyatakan bahwa keutamaan
(arete) adalah pengetahuan, pandangan ini kadang-kadang disebut intelektualisme
etis.
Dengan demikian Socrates menciptakan suatu etika yang berlaku bagi
semua manusia. Sedang ilmu pengetahuan Socrates menemukan metode induksi dan
memperkenalkan definisi-definisi umum. Plato. Hampir semua karya Plato ditulis
dalam bentuk dialog dan Socrates diberi peran yang dominan dalam dialog
tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih yang
begitu. Pertama, sifat karyanya Socratik --Socrates berperan sentral-- dan diketahui
bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dengan
teman-temannya di Athena. Dengan demikian, karya plato dapat dipandang sebagai
monumen bagi sang guru yang dikaguminya.
Kedua, berkaitan dengan anggapan plato mengenai filsafat. Menurutya, filsafat pada intinya tidak lain
daripadaN dialog, dan filsafat seolah-olah drama yang hidup, yang tidak pernah selasai
tetapi harus dimulai kembali.
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses
mengenal. Menurut Plato realitas terbagi
menjadi dua yaitu inderawi yang selalu berubah dan dunia idea yang tidak pernah
berubah. Idea merupakan sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran
dan justru sebaliknya pikiran tergantung pada idea-idea tersebut. Idea-idea
berhubungan dengan dunia melalui tiga cara; Idea hadir di dalam benda, idea-idea
berpartisipasi dalam kongkret, dan idea merupakan model atau contoh (paradigma)
bagi benda konkret. Pembagian dunia ini
pada gilirannya juga memberikam dua pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea; inilah pengenalan
yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat
dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat, teguh,
jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis.
Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat), dan
bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dengan panca
indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar
filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan
yang ada-ada-nya Parmenides. Keduanya
benar, dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan dunia idea tidak pernah
berubah dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran
terdapat kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah
ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra
eksistensi dimana ia memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya ini, Plato
lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah
pengingatan (anamnenis) terhadap idea-idea yang telah dilihat pada waktu
pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara.
Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan
jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia.
Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasanya terbesar adalah
usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi nama
"Akademia" yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama Akademos.
Mata pelajaran yang paling diperhatikan adalah ilmu pasti. Menurut cerita
tradisi, di pintu masuk akademia terdapat tulisan; "yang belum mempelajari
matematika janganlah masuk di sini". Aristoteles. Ia berpendapat bahwa
seorang tidak dapat mengetahui suatu obyek jika ia tidak dapat mengatakan
pengetahuan itu pada orang lain. Barangkali dengan pandangannya yang seperti
ini jumlah karyanya sangat banyak bisa dijelaskan.
Spektrum pengetahuan yang diminati oleh Aristoteles luas sekali,
barangkali seluas lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya pengetahuan
manusia dapat disistemasikan sebagai berikut; Pengetahuan, Teoritis, Praktis, Produktif, Teologi/metafisik, Matematik, Fisika, Etika, Politik, Seni, Ilmu
Hitung, Ilmu Ukur, Retorika. Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak
termasuk ilmu pengetahuan tersendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan
sebagai persiapan berfikir secara ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah,
logika diuraikan secara sistematis. Tidak dapat dibantah bahwa logika Aristoteles memainkan peranan
penting dalam sejarah intelektual manusia; tidaklah berlebihan bila Immanuel
Kant mengatakan bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkahpun. Mengenai
pengetahuan, Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dapat dihasilkan melalui
jalan induksi dan jalan deduksi, Induksi mengandalkan panca indera yang
"lemah", sedangkan deduksi lepas dari pengetahuan inderawi. Karena
itu dalam logikanya Aristoteles sangat banyak memberi tempat pada deduksi yang
dipandangnya sebagai jalan sempurna menuju pengetahuan baru. Salah satu cara
Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah Syllogismos (silogosme).
a.
Fisika
Di dalam fisikanya, Aristoteles mempelajari dan membagi gerak (kinetis)
menjadi dua; gerak spontan dan gerak karena kekerasan. Gerak spontan yang diartikan sebagai perubahan secara umum
dikelompokkan menjadi gerak subsitusional yakni sesuatu menjadi sesuatu yang
lain seperti seekor anjing mati dan gerak aksidental yakni perubahan yang menyangkut
salah satu aspek saja. Gerak aksidental ini berlangsung melalui tiga cara;
yaitu gerak lokal seperti meja pindah dari satu tempat ke tempat lain, gerak
kualitatif seperti daun hijau menjadi kuning, dan gerak kuantitatif seperti
pohon tumbuh membesar. Dalam setiap gerak ada 1) keadaan terdahulu, 2) keadaan
baru, dan 3) substratum yang tetap. Sebagai contoh air dingin menjadi panas;
dengan dingin sebagai keadaan terlebih dahulu, panas sebagai keadaan baru dan
air sebagai substratum. Analisa gerak ini menuntut kita membedakan antara aktus
dan potensi. Dalam fase pertama panas menjadi potensi air dan pada fase kedua panas
manjadi aktus. Aristoteles juga mengintrodusir pengertian bentuk (morphe atau
eidos) dan materi (hyle) ke dalam analisa geraknya. Dalam contoh air dingin
menjadi panas, air sebagai hyle dan dingin serta panas sebagai morphe.
Aristoteles berpendapat behwa setiap kejadian mempunyai empat sebab yang
harus disebut. Keempat sebab tersebut adalah penyebab efisien sebagai sumber
kejadian, penyebab final sebagai tujuan atau arah kejadian, penyebab material
sebagai bahan tempat kejadian tempat berlangsung dan penyebab formal sebagai
bentuk menyusun bahan. Keempat kejadian ini berlaku untuk semua kejadian
alamiah maupun yang disebabkan oleh manusia. Aristoteles juga membicarakan
phisis sebagai prinsip perkembangan yang terdapat dalam semua benda alamiah.
Semua benda mempunyai sumber gerak atau diam dalam dirinya sendiri. Pohon kecil
tumbuh besar karena phisisnya, pohon tetap tinggal pohon berkat phisis atau kodratnya.
Mengenai alam, Aristoteles berpendirian bahwa dunia ini bergantung pada tujuan
(telos) itu. Ia mengatakan "Alam tidak membuat sesuatupun dengan sia-sia
dan tidak membuat sesuatu yang berlebihan", atau katanya lagi: "Alam berindak seolah-olah ia mengetahui konsekuensi perbuatannya".
Teologi ini mencakup juga alam yang tidak hidup yang terdiri dari empat anasir
api, udara, air dan tanah. Aristoteles mengatakan bahwa setiap anasir menuju
ketempat kodratinya (locus naturalis). Berkaitan dengan jagat raya Aristoteles
mengatakan bahwa kosmos terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah sublunar (di
bawah bulan) dan wilayah yang meliputi bulan, planet-planet dan
bintang-bintang. Jagat raya berbentuk bola dan terbatas, tetapi tidak mempunyai
permulaan dan kekal. Badan-badan jagat raya diluar bumi semua terdiri dari
anasir kelima yaitu ether yang tidak dapat dimusnahkan dan tidak dapat berubah
menjadi anasir lain. Gerak kodrati anasir ini adalah melingkar. Berkaitan
dengan jagat raya ini Aristoteles mempunyai pandangan yang masyhur mengenai penggerak
pertama yang tidak digerakkan.
b.
Psikologi
Menurut Aristoteles jiwa dan badan dipandang sebagai dua aspek dari satu
substansi. Badan adalah materi dan jiwa dalam bentuk dan masing-masing berperan sebagai potensi dan aktus. Pada
manusia, jiwa dan tumbuh merupakan dua aspek dari substansi yang sama yakni manusia.
Anggapan ini mempunyai konsekuensi bahwa jiwa tidak kekal karena jiwa tidak
dapat hidup tanpa materi. Potensi dan aktus juga mempunyai dalam pengenalan
inderawi. Kita menerima bentuk tanpa materi. Pengenalan inderawi tidak lain
adalah peralihan dari potensi ke aktus suatu organ tubuh dari aktus obyek.
Sebagaimana proses pengenalan inderawi dalam pengenalan rasional bentuk
tepatnya bentuk intelektual diterima oleh rasio. Bentuk intelektual ialah
bentuk hakikat atau esensi suatu benda. Fungsi rasio dibagi menjadi dua macam
yaitu rasio pasif (nus pathetikos) yang menerima esensi dan rasio aktif (nus
poitikos) yang "membentuk" esensi.
c. Metafisika
Ta meta ta physica berarti hal-hal sesudah hak-hal fisis. Metafisika
merupakan pengetahuan yang semata-mata berkaitan dengan tuhan dan fenomena yang
terpisah dari alam. Di dalam Metaphysica-nya Aristoteles membahas Penggerak
Utama. Gerak utama di jagat raya tidak mempunyai permulaan maupun penghabisan.
Karena setiap sesuatu yang bergerak, digerakkan oleh sesuatu yang lain perlulah
menerima satu Penggerak Pertama yang menyebabkan gerak itu, tetapi ia sendiri
tidak digerakkan. Penggerak ini sama sekali lepas dari materi, karena segalanya
yang mempunyai meteri mempunyai potensi untuk bergerak. Allah sebagai Penggerak
Pertama tidak mempunyai potensi apapun juga dan Allah harus dianggap sebagai
aktus murni. Allah bersifat immaterial atau tak badani, Ia harus disamakan dengan
kesadaran atau pemikirannya. Karena itu aktifitas-Nya tidak lain adalah
berpikir saja dan Allah merupakan pemikiran yang memandang pemikirannya. Allah
sebagai penyebab final dari gerak jagat raya ini; segala sesuatu pengejar
penggerak yang sempurna dan Ia menggerakkan karena dicintai. Ajaran lain dari
Aristoteles adalah tentang filsafat praktis yaitu etika dan politika. Lanjut di
sini.
Dalam filsafat, Aristoteles disebut sebagai tokoh madzhab peripatis
(peripatos, berjalan-jalan) yang menyadarkan diri pada deduksi untuk memperoleh
kebijaksanaan. Sedangkan gurunya, Plato merupakan tokoh madzhab illuminasionis
yang juga mengandalkan jalan hati, asketisme dan penyucian jiwa dalam
menyingkap realitas. dari berbagai sumber.
Descartes, Rene diterjemahkan oleh Heriyadi Hukum-hukum Descartes Dalam karyanya Discourse on Method, setelah
mengkritik pendidikan yang masih didominasi oleh Scholasticism pada masa itu,
ia memperkenalkan metode baru. Yang menurutnya harus menjadi dasar bagi seluruh
pendidikan dan riset sains serta filsafat. Hukum-hukum tersebut adalah : "Untuk
tidak menerima suatupun sebagai benar jika tidak secara rasional jelas dan
dapat dibedakan; "Menganalisa ide-ide yang kompleks dengan
menyederhanakannya dalam elemen yang konstitutif, dimana rasio dapat
memahaminya secara intuitif; "Merekostruksi, dimulai dari ide yang simple
dan bekerja secara sintetis ke bagian yang kompleks; "Membuat sebuah
enumerasi yang akurat dan lengkap dari data permasalahan, menggunakan
langkah-langkah baik induktif maupun deduktif. Menurut Descartes ide tidak
dating dari pengalaman, akan tetapi intelektual menemukan dalam dirinya
sendiri. Ia menyatakan bahwa hanya ide-ide inilah yang valid dalam ranah
realitas. Jadi 'ke-konkret-an' atau validitas obyek dari sebuah ide tergantung
dari kejelasan dan pembedaan itu sendiri.
Metafisika Descartes
Metode Descartes dalam metafisika dimulai dari pencariannya atas
segala sesuatu yang 'jelas' dan 'berbeda', dan dari sinilah dia memulai
pemikiran deduktifnya. Untuk memulai dengan pijakan yang kuat dia
memperkenalkan 'metode keraguan', keraguan yang akan menjadi titik awal
datangnya kepastian. Keraguan ini berbeda dengan para skeptis yang ragu untuk
tetap ragu. Premis awal yang disusun oleh Descartes adalah "Saya
ragu" yang kemudian dilanjutkan dengan "Ketika seseorang ragu dia
pasti berpikir". Dan dari sana muncul proposisi "Ketika saya berpikir
maka saya ada" atau 'Cogito Ergo Sum'. Inilah yang menjadi landasan dari
filsafat Descartes untuk menyatakan keberadaan Tuhan atau realitas primer (res
cogitans). Dalam membuktikan keberadaan Tuhan, Descartes menggunakan tiga
argument dasar yaitu: "Cogito" telah memberikan kesadaran pada diriku
sendiri atas keterbatasan diri dan ketidaksempurnaan keberadaan. Ini
membuktikan bahwa aku tidak memberikan eksistensi pada diriku sendiri, dalam
permasalahan tersebut, aku telah menyerahkan diriku pada sifat yang sempurna
yang tidak kumiliki, dimana menjadi subyek yang diragukan. "Aku memiliki
Ide kesempurnaan : jika aku tidak memilikinya, aku tidak akan pernah tahu bahwa
aku tidak sempurna. Sekarang darimanakan datangnya ide kesempurnaan tersebut ?
tidak dari diriku sendiri, karena aku tidak sempurna dan kesempurnaan tidak datang dari yang tidak
sempurna.
Jadi datangnya dari Sesuatu yang Sempurna, yaitu Tuhan. "Analisis
daqri ide kesempurnaan melibatkan eksistensi dari Keberadaan yang Sempurna,
bagai sebuah lembah yang termasuk dalam ide sebuah gunung,maka eksistensi juga
termasuk dalam ide kesempurnaan tersebut.Hal ini merupakan pembeda antara filsafat
sebelum Descartes atau filsafat klasik dan filsafat modern. Dari Descartes
filsafat dituntut dari 'ilmu keberadaan' (science of being) menuju 'ilmu
pemikiran' (science of thought/epistimologi). Di mana filsafat ini lebih di
dalami oleh Kant dan filsuf idealisme lainnya. Karena pijakannya yang
menggunakan rasio daripada pengalaman empiris maka Descartes dikenal sebagai
filsuf rasionalis daratan bersama dengan Spinoza, dan Leibniz. Sementara tidak
jauh dari jamannya dan tempatnya muncul tiga filsuf yang dikenal sebagai
empiris-anglo saxon yaitu : Locke, Berkeley, dan Hume.
Dunia menurut Descartes mempunyai karakterisasi sebagai perpanjangan
(res extensa), yang tidak terbatas. Dalam perpanjangan ini, kekuatan Tuhan menempati
kekuatan atau gaya dan pergerakan, yang ditentukan oleh prinsip kausalitas
absolut. "Dunia adalah sebuah mesin besar", dunia anorganik, tumbuhan,
binatang, dan bahkan manusia, sepanjang tubuhnya yang menjadi perhatian, adalah
mesin yang diperintah oleh hukum pergerakan kausalitas. Kritik terhadap
Filsafat Descartes Filsafat rasionalis
Descartes yang mengandalkan rasionalitas mengabaikan pengalaman empiris sebagai
dasar kebenaran, hal inilah yang ditolak oleh filsuf empirisme, yang pada waktu
hampir bersamaan tumbuh di Inggris. Filsafat empirisme mengatakan bahwa
bukanlah rasio yang menyusun kebenaran, akan tetapi pengalamanlah yang nantinya
membawa manusia dalam kebenaran. John Locke, salah satu filsuf empirisme
mengatakan bahwa manusia itu seperti tabula rasa yaitu kertas putih yang nantinya
akan ditulisi dengan pengalamannya di dunia nyata. Dan inilah yang bertolak
belakang dengan filsafat rasionalisme terutama Descartes. Setelah empirisme
kritik timbul dari Spinoza, salah satu filsuf rasionalis yang berada di
Belanda.
Dengan pantheismenya dia membantah dualisme antara pemikiran dan
tubuh yang dikemukakan oleh Descartes. Kritik yang sangat tajam justru
disampaikan oleh Kant dalam karyanya "Critique of Pure Reason", di
sini kant mengatakan bahwa kebenaran tidak dating dari rasio murni atau empiris
murni melainkan gabungan dari keduanya yang dibedakan atas a priori dan a
posteriori. Beberapa yang masih menjadi perdebatan tentang filsafat Descartes
adalah metodenya yang meragukan segala sesuatu. Dari keragu-raguannya yang meragukan
segala hal bahkan dia hamper mengatakan bahwa semuanya salah, dia mengajukan
premis di mana dia memiliki ide tentang Tuhan sebagai keberadaan sempurna.
Problematika ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan hangat. Yang menjadi
sorotan adalah inkonsistensi yang dilakukan Descartes dalam metodenya.
Ketika menyatakan bahwa segalanya diragukan, pada saat yang sama dia
memakai anggapan-anggapan rasio umum dan secara terus-menerus dia pergunakan.
Seperti dalam 'Cogito Ergo Sum' yang menggunakan kontradiksi ini, dimana
Descartes menempatkan 'berpikir' dan 'ragu' sebagai bukti keberadaannya atau
eksistensinya. Karena pada pokoknya Descartes berpikiran bahwa tidak mungkin
berpikirdan tidak berpikir atau eksis dan tidak eksis dapat terjadi bersamaan.
Seharusnya ketika dia meragukan segalanya berpikir dan tidak berpikir atau
eksis dan tidak eksis bisa saja terjadi dalam waktu yang bersamaan. Sehingga pernyataan
nya tentang 'Cogito Ergo Sum' tidak memiliki nilai obyektif yang real.
Kontradiksi pada pemikiran Descartes ini berakibat munculnya hasil
yang ganda dalam setiap karya filsafatnya. Seperti dalam pembuktian
keberadaanTuhan, sekaligus Descartes membuktikan bahwa eksistensi Tuhan itu
sendiri tidak mungkin. Karena dengan metode keraguan yang menjadi landasan berpikirnya,
maka seluruh karya filsafatnya diragukan secara fundamental dan inkonsisten. Ketertarikannya
pada alat mekanik pada waktu itu membuat Descartes sangat terinspirasi oleh
cara kerja alat-alat tersebut sehingga dia pun mengatakan bahwa dunia merupakan
sebuah mesin besar yang bergerak di bawah hukum-hukum pergerakan kausalitas
universal. Efek dari filsafatnya ini adalah termekanisasikannya seluruh aspek
hidup manusia yang kemudian hari dikritik oleh para pemikir postmodern seperti
Foucault, Lyotard, dan Marcuse. Akan tetapi dari semua kelemahan yang ditemukan
dalam karyanya tersebut, Descartes merupakan pionir dalam filsafat modern yang
berjasa bagi tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuan dan filsafat modern.
Aristoteles Teori Pengetahuan Pengetahuan (knowledge atau ilmu
)adalah bagian yang esensial aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah
dari "berpikir ". Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai
differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya,yaitu
hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan " barangkali "
keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena pengetahuannya. Kemajuan
manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa yang
telah dan ingin diketahui oleh manusia ? Bagaimana manusia berpengetahuan ? Apa
yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki pengetahuan ? Kemudian apakah yang
ia ketahui itu benar ? Dan apa yang mejadi tolak ukur kebenaran ? Pertanyaan-pertanyaan
di atas sebenarnya sederhana sekali karena pertanyaan-pertanyaan ini sudah
terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke alam realita. Namun
ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka tidak
menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang
mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu
yang rumit (complicated).
Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu,
maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan
tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga
pada gilirannya muncul perbedaan ideologi. Dan itulah realita dari kehidupan
manusia yang memiliki aneka ragam sudut pandang dan ideologi.
Atas dasar itu, manusia -paling tidak yang menganggap penting
masalah-masalah diatas- perlu membahas ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Dalam
hal ini, ilmu tidak lagi menjadi satu aktivitas otak, yaitu menerima, merekam,
dan mengolah apa yang ada dalam benak, tetapi ia menjadi objek. Para pemikir
menyebut ilmu tentang ilmu ini dengan epistemology (teori pengetahuan atau
nadzariyyah al ma'rifah). Epistemologi menjadi sebuah kajian, sebenarnya, belum
terlalu lama, yaitu sejak tiga abad yang lalu dan berkembang di dunia barat. Sementara
di dunia Islam kajian tentang ini sebagai sebuah ilmu tersendiri belum populer.
Belakangan beberapa pemikir dan filusuf Islam menuliskan buku tentang
epistemologi secara khusus seperti, Mutahhari dengan bukunya
"Syinakht", Muhammad Baqir Shadr dengan "Falsafatuna"-nya,
Jawad Amuli dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nyadan Ja'far Subhani
dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya. Sebelumnya, pembahasan tentang
epistemologi di bahas di sela-sela buku-buku filsafat klasik dan mantiq. Mereka
-barat- sangat menaruh perhatian yang besar terhadap kajian ini, karena situasi
dan kondisi yang mereka hadapi.
Dunia barat (baca: Eropa) mengalami ledakan kebebasan berekspresi
dalam segala hal yang sangat besar dan hebat yang merubah cara berpikir mereka.
Mereka telah bebas dari trauma intelektual. Adalah Renaissance yang paling
berjasa bagi mereka dalam menutup abad kegelapan Eropa yang panjang dan membuka
lembaran sejarah mereka yang baru. Supremasi dan dominasi gereja atas ilmu
pengetahuan telah hancur. Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang
dunia dangan pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka mencoba
mencari alternatif lain dalam memandang dunia (baca: realita). Maka dari itu,
bemunculan berbagai aliran pemikiran yang bergantian dan tidak sedikit yang
kontradiktif. Namun secara garis besar aliran-aliran yang sempat muncul adalah
ada dua, yakni aliran rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya telah lenyap.
Dari kaum rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel dan
lain-lain. Dan dari kaum empiris adalah Auguste Comte dengan Positivismenya,
Wiliam James dengan Pragmatismenya, Francis Bacon dengan Sensualismenya. Berbeda
dengan barat, di dunia Islam tidak terjadi ledakan seperti itu, karena dalam
Islam agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring dan berdampingan, meskipun
terdapat beberapa friksi antara agama dan ilmu, tetapi itu sangat sedikit dan
terjadi karena interpretasi dari teks agama yang terlalu dini. Namun secara
keseluruhan agama dan ilmu saling mendukung. Malah tidak sedikit dari ulama
Islam, juga sebagai ilmuwan seperti : Ibnu Sina, al Farabi, Jabir bin al
Hayyan, al Khawarizmi, Syekh al Thusi dan yang lainnya. Oleh karena itu,
ledakan intelektual dalam Islam tidak terjadi. Perkembangan ilmu di dunia Islam
relatif stabil dan tenang. Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang telah di-Arabkan. Kata ini pengetahuan. Konon yang pertama kali
menggunakan kata "philoshop" adalah Socrates. (dan masih konon juga)
Dia menggunakan kata ini karena dua alasan, Pertama, kerendah-hatian dia.
Meskipun ia seorang yang pandai dan luas pengetahuannya, dia tidak mau menyebut
dirinya sebagai orang yang pandai. Tetapi dia memilih untuk disebut pecinta pengetahuan.
Kedua, pada waktu itu, di Yunani terdapat beberapa orang yang menganggap diri
mereka orang yang pandai (shopis). Mereka pandai bersilat lidah, sehingga apa
yang mereka anggap benar adalah benar. Jadi kebenaran tergantung apa yang
mereka katakan. Kebenaran yang riil tidak ada. Akhirnya manusia waktu itu
terjangkit skeptis, artinya mereka ragu-ragu terhadap segala sesuatu, karena
apa yang mereka anggap benar belum tentu benar dan kebenaran tergantung
orang-orang shopis. Dalam keadaan seperti ini, Socrates merasa perlu membangun
kepercayaan kepada manusia bahwa kebenaran itu ada dan, tidak harus tergantung
kepada kaum shopis. Dia berhasil dalam ,upayanya itu dan mengalahkan kaum
shopis. Meski dia berhasil, ia tidak ingin dikatakan pandai, tetapi ia memilih
kata philoshop sebagai sindiran kepada mereka yang sok pandai. Kemudian
perjuangannya dilanjutkan oleh Plato, yang dikembangkan lebih jauh oleh
Aristoteles.
Aristoteles menyusun kaidah-kaidah berpikir dan berdalil yang
kemudian dikenal dengan logika (mantiq) Aristotelian. Pada mulanya kata
filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi
filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoritis dan filsafat praktis.
Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika,
biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3)
ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma
(akhlak); (2) urusa rumah tangga; (3) sosial dan politik. Filusuf adalah orang
yang mengetahui semua cabang-cabang ilmu pengetahuan tadi. Mungkinkah Manusia
itu Mempunyai Pengetahuan ? Masalah epistemologis yang sejak dahulu dan juga
sekarang menjadi bahan kajian adalah, apakah berpengetahuan itu mungkin ?
Apakah dunia (baca: realita) bisa diketahui ? Sekilas masalah ini konyol dan menggelikan.
Tetapi terdapat beberapa orang yang mengingkari pengetahuan atau meragukan
pengetahuan. Misalnya, bapak kaum sophis, Georgias, pernah dikutip darinya
sebuah ungkapan berikut, "Segala sesuatu tidak ada. Jika adapun, maka
tidak dapat diketahui, atau jika dapat diketahui, maka tidak bisa
diinformasikan." Mereka mempunyai beberapa alasan yang cukup kuat ketika
berpendapat bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat
dipercaya.
Pyrrho salah seorang dari mereka menyebutkan bahwa manusia ketika ingin
mengetahui sesuatu menggunakan dua alat yakni, indra dan akal. Indra yang
merupakan alat pengetahuan yang paling dasar mempunyai banyak kesalahan, baik
indra penglihat, pendengar, peraba, pencium dan perasa. Mereka mengatakan satu
indra saja mempunyai kesalahan ratusan. Jika demikian adanya, maka bagaimana
pengetahuan lewat indra dapat dipercaya ? Demikian pula halnya dengan akal.
Manusia seringkali salah dalam berpikir. Bukti yang paling jelas bahwa di antara
para filusuf sendiri terdapat perbedaan yang jelas tidak mungkin semua benar
pasti ada yang salah. Maka akalpun tidak dapat dipercaya. Oleh karena alat
pengetahuan hanya dua saja dan keduanya mungkin bersalah, maka pengetahuan
tidak dapat dipercaya.
Pyrrho ketika berdalil bahwa pengetahuan tidak mungkin karena kasalahan-kesalahan
yang indra dan akal, sebenarnya, ia telah mengetahui (baca: meyakini) bahwa
pengetahuan tidak mungkin. Dan itu merupakan pengetahuan. Itu pertama. Kedua,
ketika ia mengatakan bahwa indra dan akal seringkali bersalah, atau katakan,
selalu bersalah, berarti ia mengetahui bahwa indra dan akal itu salah. Dan itu
adalah pengetahuan juga. Alasan yang dikemukakan oleh Pyrrho tidak sampai pada
kesimpulan bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak mungkin. Alasan itu hanya dapat
membuktikan bahwa ada kesalahan dalam akal dan indra tetapi tidak semua
pengetahuan lewat keduanya salah. Oleh karen itu mesti ada cara agar akal dan
indra tidak bersalah. Menurut Ibnu Sina, ada cara lain yang lebih efektif untuk
menghadapi mereka, yaitu pukullah mereka. Kalau dia merasakan kesakitan berarti
mereka mengetahui adanya sakit (akhir dawa' kay). " Cogito, ergosum
"-nya Descartes. Rene Descartes termasuk pemikir yang beraliran
rasionalis. Ia cukup berjasa dalam membangkitkan kembali rasionalisme di barat.
Muhammad aqir Shadr memasukkannya ke
dalam kaum rasionalis. Ia termasuk pemikir yang pernah mengalami skeptisme akan
pengetahuan dan realita, namun ia selamat dan bangkit menjadi seorang yang
meyakini realita. Bangunan rasionalnya beranjak dari keraguan atas realita dan pengetahuan.
Ia mencari dasar keyakinannya terhadap Tuhan, alam, jiwa dan kota Paris. Dia
mendapatkan bahwa yang menjadi dasar atau alat keyakinan dan pengetahuannya
adalah indra dan akal. Ternyata keduanya masih perlu didiskusikan, artinya
keduanya tidak memberika hal yang pasti dan meyakinkan. Lantas dia berpikir
bahwa segala sesuatu bisa diragukan, tetapi ia tidak bisa meragukan akan
pikirannya. Dengan kata lain ia meyakini dan mengetahui bahwa dirinya ragu-ragu
dan berpikir. Ungkapannya yang populer dan sekaligus fondasi keyakinan dan
pengetahuannya adalah " Saya berpikir (baca : ragu-ragu), maka saya ada
". Argumentasinya akan realita menggunakan silogisme kategoris bentuk pertama,
namun tanpa menyebutkan premis mayor. Saya berpikir, setiap yang berpikir ada,
maka saya ada. Keraguan al Ghazzali
Dari dunia Islam adalah Imam
al Ghazzali yang pernah skeptis terhadap realita, namun iapun selamat dan
menjadi pemikir besar dalam filsafat dan tashawwuf. Perkataannya yang populer
adalah " Keraguan adalah kendaraan yang mengantarkan seseorang ke
keyakinan ". Sumber Dana Alat Pengetahuan. Setelah pengetahuan itu sesuatu
yang mungkin dan realistis, masalah yang dibahas dalam lliteratur-literatur
epistimologi Islam adalah masalah yang berkaitan dengan sumber dan alat
pengetahuan. Sesuai dengan hukum kausaliltas bahwa setiap akibat pasti ada
sebabnya, maka pengetahuan adalah sesuatu yang sifatnya aksidental -baik
menurut teori recolection-nya Plato, teori Aristoteles yang
rasionalis-paripatetik, teori iluminasi-nya Suhrawardi, dan
filsafat-materialisnya kaum empiris- dan pasti mempunyai sebab atau sumber. Tentu
yang dianggap sebagai sumber pengetahuan itu beragam dan berbeda sebagaimana
beragam dan berbedanya aliran pemikiran manusia. Selain pengetahuan itu
mempunyai sumber, juga seseorang ketika hendak mengadakan kontak dengan
sumber-sumber itu, maka dia menggunakan alat.
Para filusuf Islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan,
yaitu : Alam tabi'at atau alam fisik Alam Akal Analogi ( Tamtsil) Hati dan
Ilham 1. Alam tabi'at atau alam fisik Manusia sebagai wujud yang materi, maka
selama di alam materi ini ia tidak akan lepas dari hubungannya dengan materi
secara interaktif, dan hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan
alat yang sifatnya materi pula, yakni indra (al hiss), karena sesuatu yang materi
tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi (inmateri). Contoh yang paling
konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara yang sifatnya materi pula
adalah aktivitas keseharian manusia di dunia ini, sepert makan, minum, hubungan
suami istri dan lain sebagianya. Dengan demikian, alam tabi'at yang materi
merupakan sumber pengetahuan yang "barangkali" paling awal dan indra
merupakan alat untuk berpengetahuan yang sumbernya tabi'at. Tanpa indra manusia
tidak dapat mengetahui alam tabi'at. Disebutkan bahwa, barang siapa tidak
mempunyai satu indra maka ia tidak akan mengetahui sejumlah pengetahuan.
Dalam filsafat Aristoteles klasik pengetahuan lewat indra termasuk
dari enam pengetahuan yang aksioamatis (badihiyyat). Meski indra berperan
sangat signifikan dalam berpengetahuan, namun indra hanya sebagai syarat yang
lazim bukan syarat yang cukup. Peranan indra hanya memotret realita materi yang
sifatnya parsial saja, dan untuk meng-generalisasi-kannya dibutuhkan akal.
Malah dalam kajian filsafat Islam yang paling akhir, pengetahuan yang diperoleh
melalui indra sebenarnya bukanlah lewat indra. Mereka mengatakan bahwa obyek Pengetahuan
(al ma'lum) ada dua macam, yaitu, (1) obyek pengetahuan yang substansial dan
(2) obyek,pengetahuan yang aksidental. Yang diketahui secara substansial oleh manusia
adalah obyek yang ada dalam benak, sedang realita di luar diketahui olehnya
hanya bersifat aksidental. Menurut pandangan ini, indra hanya merespon saja
dari realita luar ke relita dalam. Pandangan Sensualisme (al-hissiyyin). Kaum
sensualisme, khususnya John Locke, menganggap bahwa pengetahuan yang sah dan
benar hanya lewat indra saja. Mereka mengatakan bahwa otak manusia ketika lahir
dalam keadaan kosong dari segala bentuk pengetahuan, kemudian melalui indra
realita-realita di luar tertanam dalam benak. Peranan akal hanya dua saja
yaitu, menyusun dan memilah, dan meng-generalisasi. Jadi yang paling berperan
adalah indra. Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa indra tidak ada.
Konskuensi dari pandangan ini adalah bahwa realita yang bukan materi atau yang tidak
dapat bersentuhan dengan indra, maka tidak dapat diketahui, sehingga pada
gilirannya mereka mengingkari hal-hal yang metafisik seperti Tuhan.
2.
Alam Akal
Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini
bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai
alat pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat
pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau
memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan mengolah
adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa akal tidak ada artinya.
Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya tidak sempurna, bukan tidak ada. Aktivitas-aktiviras
Akal Menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil
sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general. Aktivitas ini
dalam istilah logika disebut silogisme kategoris demonstratif. Mengetahui
konsep-konsep yang general. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal ini,
pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih dahulu menghilangkan
ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan membiarkan titik-titik kesamaan
mereka. Teori ini disebut dengan teori tajrid dan intiza'. Kedua, teori yang
mangatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga
tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak, dan generalisasi.
Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang ada di
alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita yang dikelompokkan
ke dalam substansi, dan ke dalam aksdensi (yang sembilan macam).Pemilahan dan
Penguraian. Penggabungan dan Penyusunan. Kreativitas.
3.
Analogi (Tamtsil)
Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi
fiqih disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hokum (baca; predikat) atas
sesuatu dengan hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya
kesamaan antara dua sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1)
asal, yaitu kasus parsial yang telah diketahui hukumnya. (2) cabang, yaitu
kasus parsial yang hendak diketahui hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal
dan cabang dan (4) hukum yang sudah ditetapkan atas asal. Analogi dibagi dua; Analogi
interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak
diketahui illatnya atau sebab penetapannya. Analogi Yang Dijelaskan illatnya :
Kasus yang sudah jelas hukum dan illatnya.
4.
Hati dan Ilham
Kaum empiris yang memandang bahwa ada sama dengan materi sehingga sesuatu
yang inmateri adalah tidak ada, maka pengetahuan tentang in, materi tidak
mungkin ada. Sebaliknya kaum Ilahi ( theosopi) yang meyakini bahwa ada lebih
luas dari sekedar materi, mereka mayakini keberadaan hal-hal yang inmateri.
Pengetahuan tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati. Tentu
yang dimaksud dengan pengetahuan lewat hati disini adalah penngetahuan tentang
realita inmateri eksternal, kalau yang internal seperti rasa sakit, sedih,
senang, lapar, haus dan hal-hal yang iintuitif lainnya diyakini keberadaannya
oleh semua orang tanpa kecuali. Bagaimana mengetahui lewat hati ? Filusuf Ilahi
Mulla Shadra ra. berkata, "Sesungguhnya ruh manusia jika lepas dari badan dan berhijrah menuju
Tuhannya untuk menyaksikan tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga ruh itu
bersih dari kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan tampak padanya
cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya yang sangat tinggi.
Cahaya itu jika menguat dan mensubstansi, maka ia menjadi substansi
yang qudsi, yang dalam istilah hikmah teoritis oleh para ahli hikmat disebut
dengan akal efektif dan dalam istilah syariat kenabian disebut ruh yang suci.
Dengan cahaya akal yang kuat, maka terpancar di dalamnya -yakni ruh manusia
yang suci- rahasia- rahasia yang ada di bumi dan di langit dan akan tampak
darinya hakikat-hakikat segala sesuatu sebagimana tampak dengan cahaya sensual
mata (alhissi) gambaran-gambaran konsepsi dalam kekuatan mata jika tidak terhalang tabir. Tabir di sini
-dalam pembahasan ini- adalah pengaruh-pengaruh alam tabiat dan
kesibukan-kesibukan dunia, karena hati dan ruh -sesuai dengan bentuk
ciptaannya- mempunyai kelayakan untuk menerima cahaya hikmah dan iman jika
tidak dihinggapi kegelapan yang merusaknya seperti kekufuran, atau tabir yang menghalanginya
seperti kemaksiatan dan yang berkaitan dengannya " Kemudian beliau
melanjutkan, "Jika jiwa berpaling dari ajakan-ajakan tabiat dan
kegelapan-kegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan dirinya kepada Alhaq dan alam
malakut, maka jiwa itu akan berhubungan dengan kebahagiaan yang sangat tinggi
dan akan tampak padanya rahasia alam malakut dan terpantul padanya kesucian
(qudsi) Lahut ." (al-Asfar al-Arba'ah jilid 7 halaman 24-25).
Tentang kebenaran realita alam ruh dan hati ini, Ibnu Sina berkata, "Sesungguhnya
para 'arifin mempunyai makam-makam dan derajat-derajat yang khusus untuk
mereka. Mereka dalam kehidupan dunia di bawah yang lain. Seakan-akan mereka
itu, padahal mereka berada dengan badan mereka, telah melepaskan dan
meninggalkannya untuk alam qudsi. Mereka dapat menyaksikan hal-hal yang halus
yang tidak dapat dibayangkan dan diterangkan dengan lisan. Kesenangan mereka
dengan sesuatu yang tidak dapat dilihat mata dan didengar telinga. Orang yang
tidak menyukainya akan mengingkarinya dan orang yang memahaminya akan
membesarkannya." (al-Isyarat jilid 3 bagian kesembilan tentang makam-makam
para 'arif halaman 363-364) Kemudia beliau melanjutkan, "Jika sampai
kepadamu berita bahwa seorang 'arif berbicara -lebih dulu- tentang hal yang
gaib (atau yang akan terjadi), dengan berita yang menyenangkan atau peringatan,
maka percayailah. Dan sekali-sekali anda keberatan untuk mempercayainya, karena
apa yang dia beritakan mempunyai sebab-sebab yang jelas dalam pandangan-pandangan
(aliran-aliran) tabi'at." Pengetahuan tentang alam gaib yang dicapai
manusia lewat hati jika dan jika
berkaitan dengan bimbingan umat manusia dan penyempurnaan jiwa mereka dengan
syariat disebut wahyu. Islam dan Sumber-sumber Pengetahuan Dalam teks-teks
Islam-Qur'an dan Sunnah- dijelaskan tentang sumber dan alat pengetahuan: Indra
dan akal Allah swt. berfirman, "Dan Allah yang telah mengeluarkan kalian
dari perut ibu kalian, sementara kalian tidak mengetahui sesuatu pun, dan (lalu)
Ia meciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan dan hati (atau akal) agar
kalian bersyukur ". (QS. al-Nahl: 78).
Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada manusia berupa indra,
tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya, misalnya dalam al-Qur'an
Allah swt. berfirman, "Katakanlah, lihatlah segala yang ada di
langit-langit dan di bumi." (QS. Yunus: 101 ). Dan ayat-ayat yang lainnya
yang banyak sekali tentang anjuran untuk bertafakkur. Qur'an juga dalam
membuktikan keberadaan Allah dengan pendekatan alam materi dan pendakatan akal
yang murni seperti, "Seandainya di langit dan di bumi ada banyak tuhan
selain Allah, niscaya keduanya akan hancur." (QS. al-Anbiya': 22). Ayat
ini menggunakan pendekatan rasional yang biasa disebut dalam logika Aristotelian
dengan silogisme hipotesis. Atau ayat lain yang berbunyi, "Allah memberi
perumpamaan, seorang yang yang diperebutkan oleh banyak tuan dengan seorang
yang menyerahkan dirinya kepada seorang saja, apakah keduanya sama ?" (QS.
al-Zumar: 29) Hati Allah swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, niscaya Ia akan memberikan kepada kalian
furqon." (QS. al-Anfal: 29) Maksud ayat ini adalah bahwa Allah swt. akan
memberikan cahaya yang dengannya mereka dapat membedakan antara yang haq dengan
yang batil. Atau ayat yang berbunyi, "Dan bertakwalah kepada Allah maka Ia
akan mengajari kalian. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS.
al-Baqarah: 282). Dan ayat-ayat yang lainnya. Syarat dan Penghalang
Pengetahuan. Meskipun berpengetahuan tidak bisa dipisahkan dari manusia, namun seringkali
ada hal-hal yang mestinya diketahui oleh manusia, ternyata tidak diketahui
olehnya.
Oleh karena itu ada beberapa pra-syarat untuk memiliki pengetahuan, yaitu
: Konsentrasi Orang yang tidak mengkonsentasikan (memfokuskan) indra dan akal pikirannya
pada benda-benda di luar, maka dia tidak akan mengetahui apa yang ada di
sekitarnya. Akal yang sehat Orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat berpikir
dengan baik. Akal yang tidak sehat ini mungkin karena penyakit, cacat bawaan
atau pendidikan yang tidak benar. Indra yang sehat Orang yang salah satu atau
semua indranya cacat maka tidak mengetahui
alam materi yang ada di sekitarnya. Jika syarat-syarat ini terpenuhi
maka seseorang akan mendapatkan pengetahuan lewat indra dan akal. Kemudian
pengetahuan daat dimiliki ewat hati. Pengetahuan ini akan diraih dengan
syarat-syarat seperti, membersihkan hati dari kemaksiatan, memfokuskan hati
kepada alam yang lebih tinggi, mengosongkan hati dari fanatisme dan mengikuti
aturan-aturan sayr dan suluk. Seorang yang hatinya seperti itu akanterpantul di
dalamnya cahaya Ilahi dan kesempurnaanNya. Ketika syarat-syarat itu tidak
terpenuhi maka pengetahuan akan terhalang dari manusia. Secara spesifik ada
beberapa sifat yang menjadi penghalang pengetahuan, seperti sombong, fanatisme,
taqlid buta (tanpa dasar yang kuat), kepongahan karena ilmu, jiwa yang lemah (jiwa
yang mudah dipengaruhi pribadi-pribadi besar) dan mencintai materi secara
berlebihan. Wal hamdulillah awwalan wa akhiran. (Makalah Ust. Husein Al-Kaff
dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad)
Socrates
FILSAFAT ETIKA DAN MORAL KANT
Imanuel Kant, terkenal dengan filsafat kritisnya yang lebih banyak
berbicara tentang filsafat moral dan etika. Dia merupakan tokoh penting karena
dia bisa disebut sebagai pemersatu antara filsafat Rasionalisme dan Emipirisme.
Tapi ternyata usahanya untuk menyatukan keduanya terpecah kembali sehingga sekarang
kita kenal filsafat positivisme --logis-- dan idealisme. Tulisan ini hanya
sedikit rangkuman tentang filsafat etika dan moral Imanuel Kant, karena saya
sendiri masih 'mau' belajar tentang filsafatnya, dan selalu tidak ada waktu
saja untuk itu :-( Tapi lain kali akan saya update tulisan ini. Du kannst, denn
du sollst! Kita wajib, karena kita bisa (melakukannya)! Filsafat kritis adalah
filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki
kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat sebelum kritisme harus dianggap
sebagai dogmatisme, sebab filsafat itu percaya ,mentah mentah pada kemampuan
rasaio tanpa penyelidikan terlebih dahulu.
Pemutarbalikan Kopernikan (Kopernikanische Wende): "Sebelum
Kant: kebenaran dimengerti sebagai "pencocokan intelek terhadap
realitas" (adaequatio intellectus ad rem), sejak Kant kebenaran itu lebih
merupakan "pencocokan realitas terhadap intelek" (adaequatio rei ad
intellectum) "Objeklah yang mengarahkan diri kepada subjek untuk diproses menjadi
pengetahuan, bukan subjek (manusia, "aku") mengarahkan diri pada objek
(benda, "dunia") Inggris: Englightenment Perancis: Illuminism (?)
Jerman: Aufkl Arung Semboyan: Sapere Aude! (Beranilah berfikir sendiri) Horace,
filsuf Romawi Gerakan Pietisme di Jerman Doa tidak perlu karena toh Tuhan sudah
tau kebutuhan dan isi hati kita. Gereja sejati tidak berada dalam organisasi
mamna pun atau dalam ajaran-ajaran teologi, melainkan dio dalam hati orang yang
percaya dan shaleh. Tingkah laku shaleh (baik) daripada ajaran teologis. Adanya
Allah, berkehendak bebas, dan kebaaan jiwa tidak bisa dibuktikan secara teoritis,
melainkan perlu diterima sebagai postulat budi praktis (praktishen
vernunft)-yakni sebagai Idea-yang menyangkut kewajiban kita menaati hukum moral
(Sittengesetz) Rasionalisme: Leibniz & Wolff Adalah aliran filsafat yang
mengajarkan bahwa sumber pengetahuan sejati adalah akal budi (rasio).
Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang
telah didapatkan akal budi; akal budi sendiri tidak memerlukan pengalaman. Akal
budi dapat menurunkan kebenaran2 dari dirinya sendiri, yakni berdasarkan
azas-azas yang pertama dan pasti. Metode kerjanya bersifat deduktif. Monade:
bersifat metafisik, 3 macam monade Empirisme: Hume (empeiria=pengalaman nyata,
bhs.Yunani) Pengalamanlah yang menjadi sumber utama pengetahuan, baik pengalaman
lahirian maupun pengalaman batiniah. Akal budi bukan sumber pengetahuan, tetapi
ia bertugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman menjadi
pengetahuan. Metodenya bersifat induktif. Kesan-kesan (impression) Pengertian-pengertian
atu idea-idea (ideas) ' diperoleh secara tidak langsung daripengalaman "kepercayaan"
(belief) ' skepsisisme Hume: tidak pernah dicapai suatu kepastian, yang ada
kemungkinan Pandangan Hume thd manusia: "Aku" bukanlah substansi,
melainkan "serangkaian atau kumpulan kesan-kesan yang silih berganti
dengan kecepatan yang tak terbayangkan". Tidak ada "Aku" yang
berdiri sendiri; yang bisa dijumpai adalah "Aku yang marah",
"Aku yang sakit", "Aku yang kedinginan" Kausalitas (prinsip
sebab-akibat): pengulangan berkali-kali pengalaman serupa, hanya memperlihatkan
urutan-urutan gejala Critique of Pure Reason 3 macam putusan:
1. Putusan analitis: di sini predikat tidak menambah sesuatu yang baru
pada subjek, karena sudah termuat didalamnya (misalnya: lingkaran adalah bulat).
2. Putusan sistesis aposteriori: di sini predkat dihubungkan dengan subjek
berdasarkan pengalaman indrawi, misalnya pernyataan "Meja itu bagus".
3. Putusan sistesis a priori: di sini dipakai suatu sumber [engetahuan
yang kendati bersifat sistensis, namun toh bersifat a priori juga. Misalnya,
putusan berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya" Hirarki proses
pengetahuan manusia:
1. Tingkat penyerapan inderawi (Sinneswahrnehmung), tingkat yang paling
rendah Ruang dan waktu adalah a priori sensibilitas, sudah berakar dalam
struktur subjek
2. Tingkat akal budi (Verstand) yang berhubungan dengan realitas empiris
12 kategori2 yang merupakan ide-ide baawaan/ bersifat asasi, yang menunjukan Kuantitas
(kesatuan, kejamakan, keutuhan) Kualitas (realitas, negasi, pembatasan) Relasi
(substansi dan aksidens, sebabakibat atau kausalitas, interaksi) Modalitas
(mungkin/mustahil, ada.tiada, keperluan/kebetulan)
3. Tingkat budi atau intelek (Verfnunft) Idea (Idee) paham metafisik
yang absolut yang sama sekali lebas dari unsur2 empiris 3 Idea transendenta,
tidak bisa diketahui oleh pengalaman karena berada dalam dunia noumenal
(noumenon, bukan pahinomenon, bhs. Yunani), merupakan postulat-postulat atau
aksioma-aksioma epistemologis yang berada diluar jangkauan pembuktian teoritis-empiris:
1.
Idea psikologis (jiwa)
2.
Idea kosmologis (dunia)
3.
Idea teologis (Allah)
Ajaran Kant mengenai Etika
Etika
Dalam Grundlegung zur Metaphysik der Sitten, filsafat Yunani bisa
dibagi menjadi 3 bagian yaitu logika, fisika, dan etika. Logika bersifat a priori tapi fisika dan
etika memiliki unsur2 a priori dan empiris. Ilmu fisika apriori-empiris ini
disebut ilmu alam (Naturlehre) sedangakan ilmu etika apriori-empiris disebut
ilmu kesusilaan (Sittenlehre) Metafisika kesusilaan (Metaphysik der Sitten):
etika a priori Antropologi praktis (praktische Anhropologie): etika yang
bersifat empiris atau aposteriori Moralitas dan Legalitas Legalitas Moralitas Moralitas
heterenom Moralitas otonom otonomi kehendak (Autonomie des Willens) Tindakan
manusia didasarkan pada dua prinsip: Maxime : prinsip yang berlaku secara
subjektif Prinsip atau kaidah objektif imperative Imperatif hipotesis :
perintah bersyarat, berlaku secara umum. Imperatif kategoris : perintah mutlak,
berlaku umum, selalu dan dimana-mana (universal) Budi praktis selalu
"mampu" kewajiban selalu dapat
dilakukan Du kannst, denn du sollst! Kehendak dan hukum adalah satu --> budi
praktis yang murni (reine praktische Vernunft) Azas kesusilaan yang transenden.
Kewajiban sebagai Dasar Tindakan Moral Satu-satunya hal baik tanpa
kualifikasi atau pengecualian adalah "kehendak baik" (guter Wille) Keharusan
itu selalu merupakan kehendak. Pembedaan antarao tindakan "sesuai dengan
kewajiban" (pflichtmässig) yaitu tindakan yang dilakukan bukan karena kecenderungan
langsung, melainkan semata-mata demi maksud-maksud kepentingan itu sendiri o
tindakan yang dilakukan "demi kewajiban" (aus Pflicht) cinta
patologis (pathologische Liebe) : cinta reaksional, emosional, spontan-alamiah cinta
praktis (Prakriche Liebe) : cinta karena kewajiban, terdapat dalam kehendak tindakan berdasarkan kewajiban ini
memiliki nilai moralnya dari prinsip formal atau maxim formal, bukan dari maxim
material yaitu prinsip subjektif yang memerintahkan orang untuk melakukan
eprbuatan tertentu ini atau itu demi mencapai tujuan tertentu juga.
Plato
Materialisme Dialektis
Yang-Nyata ialah Yang-Material. Materialisme merupakan suatu bentuk realisme,
karena paham ini menumbuhkan yang-nyata dengan materi. Tanpa pengecualian
sesuatu , seseorang penganut materialisme menganggap bahwa materi ialah
satu-satunya hal yang nyata. Materi ialah hal yang terdalam dan bereksistensi
atas kekuatan sendiri, dan tidak memerlukan suatu prinsip yang lain untuk
menerangkan eksistensinya sendiri. Materi itu sendiri merupakan sumber serta
keterangan terdalam bagi berekstensinya segala sesuatu yang ada, bahkan juga
bagi adanya. Tokoh materialisme penting yang lain: Jacob Molenschott, Vogt, dan
Oswald Materialisme mempunyai peranan penting pada pertengahan abad 19. Ia menjadi
aliran filsafat yang cukup besar dan populer pada saat itu. Tapi materialisme
yen berkembang bukanlah materilisme metafisik dari tradisi Aufklarung , tapi
lebih cenderung marxisme. ?
Materialisme yang meneruskan tradisi Aufklarung, biasa disebut "materialisme
mekanis" Materialisme ini memandang manusia seperti sebuah mesin, atau
mereduksi seluruh tingkah laku manusia menurut hukum fisika dan kimia. Tokoh
materialisme ini adalah Ludwig Bouenchner (1824-1899) dengan sukses besar
dengan karyanya Kraft und Stoff (Daya dan Materi) dan Ernst Haeckel (1834-1919)
yang mempopulerkan teori evolusi dengan menggunakan prinsip-prinsi
materialisme. ? Materialisme yang timbul
sebagai reaksi terhadap idealisme Tokoh-tokoh penting dari materialisme ini
adalah: Ludwig Feuerbach 91804-1895), Karl Marx (1818-1883), Friedrich Engels
(1820-1895)
MATERIALISME
Menurut Engels, materialisme pra-Marx gagal memahamai dan
menjelaskan perkembangan dan gagal menginterpretasikan persoalan-persoalan social
(Dutt, 1964) Materialisme marx bukan paham yang menyetakan bahwa segala sesuatu
adalah materi seperti yang diajarkan Mazhab yang dipimpin Molenschott dan Buechner,
melainkan bahwa kebudayaan didasarkan atas pertimbangan ekonomis. Justru
mengakui peranan subjek yang aktif; manusia dijadikan kunci untuk memahami
realitas dan materi. Materi bukan sesuatu yang pasif dan lemah, tetapi penuh
kekuatan dan energi. Pengertian materi ini sering digunakan untuk mengungkapkan
hal-hal (Bottomore, 1982):
1.
Kehidupan material (material life)
2.
kondisi-kondisi kehidupan material (material condition of life)
3.
Kekuatan-kekuatan produktif material (material productive force)
4.
Cara produksi kehidupan material (modes of production of material life)
5.
transformasi material kondisi produksi eknomi (material transformation of the
economic condition of production)
Marx menyebut sismtem filsafatnya "sosialisme ilmiah"
(Socialism scientific) yang berarti perlawanan terhadap segala bentuk utopia
yang idealistik, sebagaimana eksperimen Owen dan Kingsley yaitu
membangunkomunitas ideal atas dasar prinsip-prinsip Kritiani, yang dianggap
hanya sebagai katalistik. ¿ Sosialisme ilmiah juga perupakan perlawanan
terhadap bentuk idealisme dan positivisme, menurut Marx siapa saja yang
menganggap alam sebagai simbol keilahian dan berbicara secara teologis termasuk
dalam katagori prailmiah. Positivisme ditentang karena berakhir pada
"skeptisisme ilmiah" dan gagal mempengaruhi masyarakat. Marx lebih
menaruh perhatian pada perubahan dan reinterpretasi proses alam dibanding
menjelaskan hukum-hukum alam seperti yang dilakukan positivisme.
DIALEKTIKA
Metode Marx dikenal dengan nama-yang diperkenalkan oleh
Engels-"dialektika materialisme"; yang memadukan materialisme dengan
dialektika kepada suatu bentuk kesatuan organik (Dutt, 1964) Dialektika secara
etimologis, dalam kata Yunani, berarti suatu seni berdiskusi dengan
aturan-aturan khusus atau "seni berdebat" atau disebut juga seni
penyelidikan kebenaran opini (Mayo, 1960). Metode dialektika dikembangkan
dengan serius oleh kalangan Hegelian. Dialektika Hegel sebenernya mengikuti
suatu silogisme. Argumen Hegel meyatakan(Mayo, 1960):
1.
Ide-ide berkembang melalui proses dialektika
2.
Dunia eksternal merupakan perwujudan dunia ide (kesadaran/ "Ide
Absolut")
3.
maka dunia eksternal berkembang atau berproses secara dialektik
Dialektika Hegel yang idealis ini ditolak Marx karena mendeduksikan hokum
dialektika bukan dari kenyataan tapi dari kesadaran. Marx merubah "dialektika
subjektif" Hegel ke "dialektika onjektif" Pengaruh Hegel ini
mensintesis pengaruh Feuerbach yang berhasil dalam mengatasi materialisme
mekanis , tapi gagal memahami materi yang bekembangan secara dialektis, yaitu
perkembangan dari tahap kuantitaif ke tahap kualitatif. Ini berarti
pengintegrasian materi dapat merubah pada suatu hal sama sekali baru. Dengan
cara ini berati kehidupan berasal dari materi dan kesadaran manusia berasal
dari kehidupan organis (Bertens,1983). Dialektika berarti "ilmu
khusus" yang mencurahakan perhatiannya pada masalah hukum umum tentang
gerak, perubahan, dan perkembangan.
Engels memaksudkan perkembangan / perubahan itu adalah mencakup
Alam, masayarakat dan pemikiran manusia. Dialektika disebut juga "teori
ilmiah" ( a scientific teory), sebuah "metoda kognisi" (a
methode of cognition) dan sebuah "petunjuk aksi" (aguide to action).
Ia merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum perkembangan yang memungkinkan
menganilis masa lalu (sejarah), mengerti dengan benar apa yang terjadi sekarang
dan meramalkan masa depan (Dutt, 1964) Menurut Plekhanov, bapak marxisme Rusia
& juga guru Lenin, dialektik bukan hanya ditemukan pada evolusi biologis
tetapi juga dalam fenomena geologi, dan Lenin perubahan dialektik ini terbukti
juga dalam sejarah. Penggunaan metodologi materialisme dialektik ini
selanjutnya banyak digunakan pada fenomena kebihupan sosial, sehingga namanya
juga dikenal sebagai "histories materialisme".
Histors materialisme dapat disimpulakan mempunyai dua ciri dasar (Siswanto,
1998) yaitu (1) historis materialisme mempelajari hokum objektif umum yang
mengatur perkembangan masyarakat manusia, yaitu menyelidiki fase -fase sejarah
dunia, formasi-formasi sosial-ekonomi dan sebab-sebab objektif kemunculan dan
kemusnahan dan (2) histories materialisme selalu mempertmbangkan tata-hubungan
keberadaan sosial dengan kesdaran sosial. Beberapa tesis dasar historis
materialisme (Lenina Ilitskaya, 1978):
1.
Produksi benda-benda dan sarana-sarana produksi materil atau sistem produksi
adalah basis sejarah. Ideologi tidak lebih daripada terjemahan barang-barang
material yangmengendap dalam kepala manusia.
2.
Sejarah buakan aktifitas individu tapi aktifitas massa, group, kerja semua
orang. Masyarakat merupakan kompleks fenomena tertinggi yang terjadi karena
berbagai relasi dan koneksi.
3.
Sejarah merupakan sebuah proses yang objektif. Sejarah berkembang seperti
halnya proses berkembangnya alam, bebas dari intensi manusia
4.
Sejarah berkembang dari tahap paling rendah kepada tahap yang paling tinggi
melalui pertentangan dan perjuangan kelas menuju masyarakat komunis, yaitu
maysrakat tanpa kelas.
Ref:
"Sistem-sistem Metafisika Dunia Barat: Dari Aristoteles sampai
Derrida",
Drs. Joko Siswanto, M.Hum., Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.
"Introduction to Marxist Theory", H.B. Mayo, oxford Univ
Press, New York
"Fundamentals of Marxism-Leinism" C. Dutt, Prrogress
Publisheers, Moscow.
"ABC of dialectical and historical materialism", Lenina
Ilistkaya, Moscow
: Progress Publishers, 1976