Wanita mulia nan agung yang menjadi kekasih Allah dan Rasul-Nya
itu bernama Fathimah. Keagungannya telah dinyatakan oleh manusia termulia dan
makhluk Allah teragung, Muhammad SAW yang segala pernyataannya tidak mungkin
salah. Pada kesempatan ini, kita akan melihat beberapa sebutan mulia bagi
wanita agung tersebut, disamping banyak nama dan sebutan lagi yang disematkan
pada pribadi kekasih Allah dan Rasul-nya itu. Di antaranya ialah;
A-Fathimah
Syaikh Shaduq dalam kitab “I’lall Asy-Syara’i” dan Allamah
al-Majlisi dalam kitab “Bihar al-Anwar” telah menukil riwayat dari Imam Jakfar
bin Muhammad as-Shadiq AS, bahwasanya beliau bersabda: “Sewaktu Sayidah
Fathimah Zahra AS terlahir, Allah SWT memerintahkan para malaikat untuk turun
ke bumi dan memberitahukan nama ini kepada Rasulullah. Maka Rasulullah SAW pun
memberi nama Fathimah kepadanya.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 13)
Dari segi bahasa ’fathama’ berarti “anak yang disapih
dari susuan”. Dalam sebuah riwayat dari Imam Muhammad bin Ali al-Baqir AS telah
dinyatakan bahwa, setelah kelahiran Fathimah Zahra AS, Allah SWT berfirman
kepadanya: “Sesungguhnya aku telah menyapihmu dengan ilmu, dan menyapihmu dari
kototan (Inni fathamtuki bil ilmi wa fathamtuki a’nith thomats)”. Hal
ini seperti seorang bayi sewaktu disapih dari susu maka ia memerlukan makanan
lain sebagai penggantinya. Dan Sayidah Fathimah Zahra AS setelah disapih,
sedang makanan pertamanya berupa ilmu.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 13)
Imam Ali bin Musa ar-Ridho AS telah meriwayatkan hadis dari
ayahnya, dimana ayahnya telah meriwayatkan dari para leluhurnya hingga sampai
ke Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda: “Wahai Fathimah, tahukan engkau
kenapa dinamakan Fathimah?”. Kemudian Imam Ali AS bertanya: “Kenapa wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Karena ia dan pengikutnya akan tercegah dari
api neraka”. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 14). Atau dalam riwayat lain
beliau bersabda: “Karena terlarang api neraka baginya dan para pecintanya”.(
Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 15)
Imam Ali bin Abi Thalib AS bersabda, “Aku telah mendengar
Rasulullah bersabda: “Ia dinamakan Fathimah karena Allah SWT akan menyingkirkan
api neraka darinya dan dari keturunannya. Tentu keturunannya yang meninggal
dalam keadaan beriman dan meyakini segala sesuatu yang diturunkan kepadaku.”
(Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 18-19)
Imam Shadiq AS bersabda: “Beliau dinamakan Fathimah karena tidak
terdapat keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali AS maka
sampai hari Kiamat tidak akan ada seorangpun yang sepadan dengannya (untuk
menjadi pasangannya)”. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 10)
Dalam beberapa sumber telah dijelaskan bahwa nama Fathimah
merupakan nama yang sangat disukai oleh para Maksumin (Ahlu-Bayt) AS. Para Imam
Ahlu-Bayt AS sangat memuliakan pemilik nama tersebut. Salah satu pengikut Imam
Shadiq AS telah dikaruniai seorang anak perempuan, kemudian beliau bertanya
kepadanya: “Engkau telah memberikan nama apa kepadanya?”. Ia menjawab: “Fathimah”.
Mendengar itu Imam AS bersabda: “Fathimah, salam sejahtera atas Fathimah.
Karena engkau telah menamainya Fathimah, maka hati-hatilah jangan sampai
memukulnya, mengucapkan perkataan buruk kepadanya, dan muliakanlah ia.”
Salah seorang pengikut Imam Shadiq AS berkata: “Pada suatu hari
dengan raut muka sedih, aku telah menghadap Imam Shadiq AS. Beliau bertanya:
“Kenapa engkau bersedih?”. Aku menjawab: anakku yang terlahir adalah perempuan.
Beliau bertanya kembali: “Engkau beri nama apa ia?”. Aku menjawab: “Fathimah”.
Beliau kembali berkata: “Ketahuilah jika engkau telah menamainya Fathimah,
janganlah engkau berkata buruk kepadanya dan janganlah memukulnya”.”(Wasa’il
as-Syi’ah jilid 15 halaman 200)
B-Zahra
Zahra, artinya ialah “yang bersinar” atau “yang memancarkan cahaya”.
Imam Hasan bin Ali al-Askari (imam ke-11) bersabda: “Salah satu sebab Sayidah
Fathimah dinamai az-Zahra karena tiga kali pada setiap hari beliau akan
memancarkan cahaya bagi Imam Ali AS.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 11) Memancarkan
cahaya bagaikan matahari pada waktu pagi, siang dan terbenam matahari.
Dalam riwayat lain Imam Shadiq AS bersabda: “Sebab Sayidah
Fathimah dinamakan Zahra karena akan diberikan kepada beliau sebuah bangunan di
surga yang terbuat dari yaqut merah. Dikarenakan kemegahan dan keagungan
bangunan tersebut maka para penghuni surga melihatnya seakan sebuah bintang di
langit yang memancarkan cahaya, dan mereka satu sama lain saling mengatakan
bahwa bangunan megah bercahaya itu dikhususkan untuk Fathimah AS.”
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa, orang-orang telah bertanya
kepada Imam Shadiq AS: “Kenapa Fathimah AS dinamakan Zahra?” Beliau menjawab:
“Karena sewaktu beliau berada di mihrab (untuk beribadah) cahaya
memancar darinya untuk para penghuni langit, bagaikan pancaran cahaya bagi para
penghuni bumi.” (Namha wa Alqaab Hadzrate Fathimah Zahra halaman: 22)
C-Muhaddatsah
Muhaddatsah, artinya ialah “orang yang malaikat berbicara dengannya”. Telah
dijelaskan bahwasanya para malaikat dapat berbicara dengan selain para nabi
atau para rasul. Dan orang-orang selain para nabi dan rasul itu dapat mendengar
suara dan melihat para malaikat. Sebagaimana dalam al-Qur’an disebutkan bahwa
Allah SWT telah menjelaskan bahwasanya Mariam bin Imran AS (bunda Maria) telah
melihat malaikat dan berbicara dengannya. Hal ini telah disinyalir dalam surah
al-Imran ayat 42, “Dan (Ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: “Hai
Maryam, Sesungguhnya Allah Telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan
kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).”
Dalam sebuah riwayat Imam Shadiq AS bersabda: “Fathimah dijuluki
muhaddatsah karena para malaikat selalu turun kepadanya, sebagaimana
mereka memanggil Mariam AS, berbicara dengannya, dan mereka mengatakan: “Wahai
Fathimah, sesungguhnya Allah SWT telah memilihmu, mensucikanmu dan memilihmu
atas perempuan seluruh alam”. Para malaikatpun menyampaikan kepada Fathimah
Zahra AS tentang hal-hal yang akan terjadi di masa mendatang, raja-raja yang
akan berkuasa, dan hukum-hukum Allah SWT. Fathimah Zahra AS meminta kepada Imam
Ali AS untuk menulis semua perkara yang telah disampaikan para malaikat
kepadanya. Serta jadilah kumpulan tulisan tersebut dinamakan dengan mushaf
Fathimah”. (Bihar al-Anwar jilid 43)
Imam Shadiq AS telah berkata kepada Abu Bashir: “Mushaf Fathimah
berada pada kami. Dan tiada yang mengetahui tentang isi mushaf tersebut….mushaf
tersebut berisikan hal-hal yang telah diwahyukan Allah SWT kepada ibu kami,
Fathimah Zahra AS.” (Bihar al-Anwar jilid 43, Fathimah az-Wiladat to Syahadat
halaman 111)
D-Mardhiyah
Mardiyah, artinya ialah “orang yang segala perkataan dan perilakunya
telah diridhoi Allah SWT”. Adapun sebab beliau dijuluki dengan julukan mardiyah
karena bersumber pada beberapa hadis yang telah disampaikan Rasulullah SAW
berkaitan dengan kedudukan Sayidah Fathimah Zahra AS, dimana beliau telah
bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT murka atas murka-mu dan ridho atas
keridhoan-mu.” (Riwayat dengan kandungan seperti ini bisa didapati pada
beberapa sumber seperti, Mustadrak ash-Shahihain jilid 3 halaman 153, Kanzul
Ummal jilid 6 halaman 219, Mizan al-I’tidal jilid 2 halaman 72, Dzakhairu
al-‘Uqba halaman 39)
Catatan: Tentunya hadis-hadis Rasulullah tentang Sayidah
Fathimah Zahra AS itu bukanlah berasal dari hawa nafsu dan atas dasar nepotisme
seorang ayah terhadap anaknya. Karena sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
al-Qur’an beliau tidak mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsu sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an: “ Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa
nafsunya.” (QS an-Najm:3). Maka
hadis-hadis itu sebagai bukti akan keistimewaan Fathimah Zahra AS dimata Allah
dan Rasul-Nya.
E-Siddiqah
Kubra
Shiddiqah, artinya ialah “seorang yang sangat jujur”, orang yang tidak
pernah berbohong. Atau orang yang perkataannya membenarkan prilakunya. (Lisanul
Arab dan Taajul Aruus)
Pada waktu menjelang kepergian (wafat) Rasulullah SAW, beliau
berkata kepada Ali AS: “Aku telah menyampaikan berbagai masalah kepada
Fathimah. Benarkan (percayailah) segala yang disampaikan Fathimah, karena ia
sangat jujur.” (Bihar al-Anwar jilid 22 halaman 490)
Dalam sebuah hadis bahwasanya Ummulmukminin Aisyah berkata:
“Tidak aku dapatkan seseorang yang lebih jujur dari Fathimah, selain ayahnya.”
(Hilyatul Auliya’ jilid 2 halaman 41 dan atau Mustadrak as-Shahihain jilid 3
halaman 16)
Dan kedudukan ini (Shiddiqiin) berada pada tingkatan para
nabi, syuhada dan shalihin sebagaimana yang telah disinyalir al-Qur’an: “Dan
barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka
Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa : 68)
Rasulullah SAW berkata kepada Imam Ali AS: “Tiga hal berharga
telah dihadiahkan kepadamu, dan tidak seorangpun yang mendapatkannya termasuk
aku; Engkau memiliki mertua seorang rasul, sementara aku tidak memiliki mertua
sepertimu. Engkau memiliki istri yang sangat jujur (shiddiqqah) seperti putriku,
sementara aku tidak memiliki istri sepertinya. Engkau dikaruniai anak-anak
seperti Hasan dan Husein, sementara aku tidak dikaruniai anak-anak seperti
mereka. Namun demikian engkau berasal dariku dan aku berasal darimu.”
(Ar-Riyadhu an-Nadrah jilid 2 halaman 202)
F-Raihanah
Dalam sebuah riwayat berkaitan dengan putrinya, Rasulullah SAW
bersabda: “Fathimah merupakan wewangianku. Ketika aku merindukan bau surga maka
aku akan mencium Fathimah”. (Bihar al-Anwar jilid 35 halaman 45, dan kandungan
hadis semacam ini pun bisa didapati dalam tafsir Ad-Durrul Mansur Suyuthi)
G-Bathul
Ibnu Atsir dalam karyanya yang berjudul “An-Nihayah” menyatakan:
“Kenapa Fathimah dijuluki Al-Bathul? Karena beliau dari segi keutamaan, agama,
dan kehormatan lebih dari para perempuan yang ada pada zamannya. Atau karena
beliau telah memutuskan hubungannya dengan dunia dan hanyalah mencari kecintaan
Allah SWT.” (Hadis dengan redaksi semacam ini juga dapat kita jumpai pada
kitab-kitab seperti; Maanil Akhbar hal 54, Ilalu Asy-Syarai’ hal 181, Yanaabi’
al-Mawaddah hal 260)
Dalam kitab “al-Manaqib” pada jilid 3 halaman 133 dijelaskan
bahwa seseorang telah bertanya kepada Rasulullah; “Kenapa seseorang dijuluki
al-Bathul? Beliau menjawab: “Yaitu perempuan yang tidak keluar darinya darah
haid. Sesungguhnya hal itu tidak layak bagi para putri para nabi (lain).”
(Al-Manaqib jilid 3 halaman 133, Al-awalim jilid 6 halaman 16)
H-Rasyidah
Rasyidah, artinya ialah “wanita yang telah dianugrahi petunjuk”, selalu
berada dalam kebenaran dan pemberi petunjuk bagi yang lain. Rasulullah SAW
telah memberikan julukan ini kepada putrinya, Fathimah AS. Dalam sebuah riwayat
telah dijelaskan bahwasanya Imam Ali AS bersabda: “Beberapa saat sebelum
kepergian Rasulullah (wafat), beliau telah memanggilku. Beliau bersabda
kepadaku dan Fathimah: “Ini hanutku (ialah kapur barus yang dioleskan ke
anggota sujud seorang jenazah, red) yang telah dibawakan Jibril dari surga
untukku. Beliau telah menitip salam untuk kalian berdua dan berkata: “Engkau
harus membagikan hanut ini, dan ambillah untukmu. Pada saat itu Fathimah AS
berkata: “1/3-nya untuk engkau wahai ayahku. Sedang sisanya, biarlah Ali
sendiri yang memutuskannya”. Mendengar itu Rasulullah menangis dan memeluk
putrinya seraya bersabda: “Engkau adalah wanita yang telah dianugrahi taufiq
(pertolongan khusus) dan rasyidah (petunjuk) yang telah mendapatkan ilham
dari-Nya, dan mendapatkan petunjuk dari-Nya. Pada saat itu pula Rasulullah SAW
bersabda: “Wahai Ali, katakan padaku tentang sisa hanut tersebut”. Aku (Ali) berkata:
“Setengah dari yang tersisa ialah untuk Zahra (Fathimah). Dan berkaitan dengan
sebagian lainnya apa perintahmu, ya Rasulullah?”. Rasulullah SAW bersabda:
“Sisanya untukmu, maka peliharalah.” (Bihar al-Anwar jilid 22 halaman 492)
I-Haura
Insiyah (bidadari berbentuk manusia)
Sebelum Rasul melakukan salah satu mi’rajnya(dari beberapa
riwayat disebutkan Rasulullah tidak melakukan mi’raj sekali saja, bahkan
berkali-kali red), Atas perintah Allah SWT, beliau tidak diperkenankan untuk
menemui (mengumpuli) istrinya selama 40 hari. Dan pada hari terakhir beliau
dalam mi’raj-nya memakan buah-buahan seperti; kurma dan apel yang berasal dari
surga. Seusai beliau memakan buah-buahan yang berasal dari surga itu lantas
beliau menemui (mengumpuli) istrinya Sayidah Khadijah AS. Dan dari nutfah
(sperma) yang berasal dari buah-buahan surga itulah, Sayidah Khadijah AS
mengandung janin Sayidah Fathimah Zahra AS. Oleh karena itu, Sayidah Fathimah
Zahra AS dijuluki ‘haura Insiyah’ (bidadari berbentuk manusia). (Tafsir
Furat Kufi halaman 119, Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 18, riwayat-riwayat
semacam inipun bisa didapati dalam sumber-sumber Ahlusunah seperti; Ad-Durrul
Mansur, Mustadrak Shahihain, Dzakhairu al-Uqbah, Tarikh Bagdadi dsb)
Haura insiyah, artinya ialah “bidadari yang berbentuk manusia”, para wanita
surga dinamakan bidadari karena putih dan hitam matanya sangat elok dan menarik
sekali. Oleh karena itu, seorang wanita yang memiliki mata yang sangat elok
seperti bidadari, dijuluki bidadari. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 5)
J-Thahirah
Thahirah berarti yang “suci atau maksum dari dosa dan kesalahan”. Hal
ini karena beliau telah disucikan dari salah dan dosa, sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 33, “… Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari
kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Berdasarkan ayat di atas Allah SWT telah mensucikan Ahlu-Bayt
Nabi SAW. Dan salah satu dari Ahlu-Bayt Nabi SAW tersebut adalah Sayidah
Fathimah AS. Ayat di atas diturunkan berkaitan dengan “Ashhabul Kisa”
(penghuni kain), yaitu Rasulullah, Imam Ali, Sayidah Fathimah Zahra, Imam Hasan
dan Imam Husein. Hal ini dapat dirujuk dalam berbagai sumber seperti, Tafsir
at-Thabari, Tafsir Ad-Durrul Mansur, Tarikh al-Bagdadi, Tafsir al-Kasyaf,
Usudul Ghabah…
[ED, diambil dari berbagai sumber , Namha wa Alqab
Hazrate Fathima Zahra, Fadzaila Khamsah dan lain-lain]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar