Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Ustadz yang dirahmati Allah. Saya pernah ditegur teman
gara-gara mempekerjakan pembantu rumah tangga di rumah. Teman saya menyodorkan
fatwa ulama yang mengharamkannya. Setelah saya baca, ternyata alasan keharaman
memellihara pembantu antara lain :
1. Pembantu wanita tidak punya mahrom.
2. Pembantu akan mengetahui rahasia di dalam rumah tangga, bahkan tidak mustahil seorang pembantu tersebut adalah mata-mata.
3. Para istri jadi pemalas dan ini sangat berbahaya bagi seorang wanita, bahkan bisa berpengaruh pada pola pikirnya. Wanita yang hanya duduk-duduk saja di dalam rumah dan tidak memiliki kegiatan atau kesibukan, akan berdampak pada kebekuan otaknya dan melemahkan ingatannya.
4. Sebagian dari pembantu wanita ada yang berparas menarik, hal itu akan menjadi fitnah baik bagi majikannya atau anak laki-lakinya.
5. Kebanyakan pembantu wanita tersebut, hadir dan datang ke majelis laki-laki di dalam rumah tanpa menutup wajah, bahkan tangan mereka terlihat, semua itu adalah perkara haram.
1. Pembantu wanita tidak punya mahrom.
2. Pembantu akan mengetahui rahasia di dalam rumah tangga, bahkan tidak mustahil seorang pembantu tersebut adalah mata-mata.
3. Para istri jadi pemalas dan ini sangat berbahaya bagi seorang wanita, bahkan bisa berpengaruh pada pola pikirnya. Wanita yang hanya duduk-duduk saja di dalam rumah dan tidak memiliki kegiatan atau kesibukan, akan berdampak pada kebekuan otaknya dan melemahkan ingatannya.
4. Sebagian dari pembantu wanita ada yang berparas menarik, hal itu akan menjadi fitnah baik bagi majikannya atau anak laki-lakinya.
5. Kebanyakan pembantu wanita tersebut, hadir dan datang ke majelis laki-laki di dalam rumah tanpa menutup wajah, bahkan tangan mereka terlihat, semua itu adalah perkara haram.
Saya agak bingung dengan alasan keharaman yang disebutkan.
Sebab kayaknya agak mengada-ada saja. Padahal semua itu memang bisa terjadi,
tetapi tidak selalu terjadi.
Tetapi teman saya bilang bahwa ketika Fatimah puteri Nabi
SAW meminta didatangkan pembantu untuk meringankan pekerjaan rumah tangga,
ternyata Rasulullah SAW pun menolaknya. Ini adalah dasar yang kuat bahwa kita
haram punya pembantu rumah tangga, katanya.
Bagaimana ustadz menanggapi fatwa semacam ini, yang menurut
saya agak aneh ini? Mohon penjelasan dan terima kasih.
Wassalam
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
A. Fatwa Sesuai Dengan Realita
Apa yang Anda sebutkan sebagai alasan kenapa kita diharamkan
memelihara pembantu rumah tangga di rumah, sebenarnya merupakan fatwa di timur
tengah sana. Kalau kita telusuri lebih jauh, fatwa itu punya kemiripan dengan
fatwa Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam kitab Daurul mar’ah
fi Ishlah al-Mujtama’. Atau boleh jadi memang terjemahan langsung dari fatwa
beliau.
Memang kadang kala suatu fatwa di suatu negeri sengaja
dibuat berdasarkan realitas di negeri itu. Dan boleh jadi realitas di negeri
lainnya tidak sama.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan takdzhim kita kepada beliau
dan para ulama lainnya, belum tentu suatu fatwa belum tentu cocok 100% untuk
diterapkan pada negeri lain. Fatwa itu dibuat untuk kondisi disana, mungkin
akan terasa aneh kalau diterapkan begitu saja di negeri kita. Ini resiko yang
harus dihadapi kalau kita kurang bijak dalam memahami fatwa-fatwa produk impor.
Kalau kontennnya agak aneh dan tidak sejalan dengan realita
di negeri kita, tentu bukan karena fatwanya yang salah. Juga bukan pemberi
fatwanya yang kita salahkan. Tetapi justru kita sendiri yang harus cermat,
cerdas dan bijaksana dalam memilah dan memilih serta menilai keadaan. Maka kita
dituntun untuk lebih cermat dan bijak dalam memahami situasi, ‘urf dan
realitasnya.
Pembantu Adalah Mata-mata?
Sekedar contoh sederhana, mari kita telaah point kedua di
atas, haramnya punya pembantu karena ada ketakutan bahwa pembantu rumah tangga
itu menjadi mata-mata di rumah kita. Tentu saja di negeri kita tidak perlu ada
ketakutan seperti itu. Kalau pun pemantu rumah tangga kita adalah mata-mata,
memangnya mau apa?
Lagian kalau mau jadi mata-mata, ngapain juga harus menyamar
menjadi pembantu rumah tangga? Konteksnya memang tidak tepat kalau fatwa itu
diterapkan di negeri kita, karena memang realitasnya berbeda.
Boleh jadi Syeikh Al-Ustaimin berfatwa demikian karena saat
itu ada muncul kasus orang-orang kafir yang menjadi mata-mata di rumah tangga
muslim. Sehingga beliau menyebutkan seperti itu.
Gara-gara Punya Pembantu, Istri Jadi Lemah Ingatan?
Begitu juga alasan bahwa para istri akan jadi pemalas kalau
punya pembantu. Ini pun agak aneh juga kalau dikaitkan dengan realitas negeri
kita. Boleh jadi para istri di Saudi Arabia sana memang terkena dampak negatif.
Mereka jadi hidup bermalas-malasan, lalu mungkin pernah ada kasus dimana otak
mereka jadi beku dan lemah ingatan. Entahlah bagaimana ceritanya.
Sementara kondisi di negeri kita, kalau sampai dibilang
bahwa punya pembantu akan membuat para istri jadi beku otaknya dan melemahkan
ingatan, rasa-rasanya agak terlalu jauh. Sebab nyatanya memang belum pernah ada
istri jadi lemah ingatan hanya gara-gara punya pembantu.
Punya Pembantu Muncul Fitnah
Tetapi kalau sering terjadinya fitnah antara pembantu dengan
majikan laki-laki memang tidak bisa dipungkiri terjadinya. Ada beberapa kasus
di negeri kita, dimana suami mata keranjang main mata dengan pembantu.
Tetapi jangan dibandingkan dengan kasus-kasus pemerkosaan
yang marak dihadapi para pembantu rumah tangga kita disana. Maka wajar dan
masuk akal sekali kalau ulama sekelas Al-Utsiamin memberikan warning yang amat
keras. Dalam hal ini tentu kita sangat mendukung fatwa beliau rahmahullah.
B. Hukum Memiliki Pembantu Rumah Tangga
Sebenarnya memiliki pembantu rumah tangga menurut fatwa di
atas tidak mutlak haram, kecuali fatwa itu mengingatkan akan madharat-madharat
yang sering ditimbulkan berdasarkan kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya.
Dengan pertimbangan fatwa itu dikeluarkan di negeri mereka dengan realitas
mereka, tentu kita bisa terima dan harus menghormati.
Dan begitu juga di negeri kita, tentu hukum asal dari
memiliki pembantu rumahnya juga boleh dan tidak ada larangan. Asalkan masih
dalam koridor syariah dan tidak terjadi pelanggaran. Tentu tiap orang punya
kasus yang berbeda, sebagaimana kebiasaan dan ‘urf tiap masyarakat juga
berbeda-beda.
Masyarakat kebanyakan di negeri maju seperti Amerika dan
Eropa umumnya tidak terlalu terbiasa memiliki pembantu di rumah-rumah mereka.
Kalau pun ada, biasanya para pembantu itu tidak tinggal di rumah tuannya,
tetapi sifatnya part-time saja. Umumnya upah pembantu disana jauh lebih mahal.
Sebaliknya di negeri lainnya, seperti negeri kita, umumnya
pembantu rumah tangga memang tinggal bersama majikan dalam satu rumah. Umumnya
upah pembantu disini lebih murah, oleh karena itu seringkali dalam satu rumah
ada lebih dari satu pembantu.
Tentu saja keberadaan pembantu di sebuah rumah tangga tidak
bisa difatwakan secara general, misalnya halal atau haram secara hitam putih.
1. Nabi SAW Punya Banyak Pembantu
Dalil keholehan kita punya pembantu adalah apa yang
dicontohkan sendiri oleh diri Rasulullah SAW. Kalau kita perhatikan, Rasulullah
SAW sendiri juga diriwayatkan punya pembantu. Bahkan jumlahnya bukan hanya satu
orang melainkan banyak orang. Ada yang laki-laki dan ada juga yang perempuan.
Kalau kita cermati hadits-hadits nabi, setidaknya kita
menemukan lebih dari 10 shahabi atau shahabiyah yang pernah tercatat
mengabdikan diri kepada diri Rasulullah SAW. Di antaranya adalah sebagai
berikut :
1. Anas bin Malik
2. Bilal bin Rabah – Adzan
3. Abu Dzar Al-Ghifari
4. Abdullah bin Mas’ud – membawakan sandal
5. Zaid bin Haritsah
6. Uqbah bin Amir Al-Juhani – menuntun bagal
7. Hindun dan Asma’ binti Haritsah Al-Aslami
8. Rabiah bin Ka’b Al-Aslami
9. Saad – bekas budak Abu Bakar
10. Dzu Mihmar – keponakan Raja Najasyi
11. Bukair bin Suddakh Al-Laytsi
Maka pada dasarnya kita boleh punya pembantu rumah tangga, sebab hal itu dijalankan juga oleh Rasulullah SAW dan juga para istri beliau.
1. Anas bin Malik
2. Bilal bin Rabah – Adzan
3. Abu Dzar Al-Ghifari
4. Abdullah bin Mas’ud – membawakan sandal
5. Zaid bin Haritsah
6. Uqbah bin Amir Al-Juhani – menuntun bagal
7. Hindun dan Asma’ binti Haritsah Al-Aslami
8. Rabiah bin Ka’b Al-Aslami
9. Saad – bekas budak Abu Bakar
10. Dzu Mihmar – keponakan Raja Najasyi
11. Bukair bin Suddakh Al-Laytsi
Maka pada dasarnya kita boleh punya pembantu rumah tangga, sebab hal itu dijalankan juga oleh Rasulullah SAW dan juga para istri beliau.
2. Fatimah Minta Pembantu Tapi Ditolak Rasulullah
Adapun penolakan Nabi SAW atas permintaan puterinya sendiri,
Fatimah radhiyallahuanha, untuk punya pembantu rumah tangga, tentu harus
dipahami secara tepat. Penolakan ini tentu tidak berarti bahwa memiliki
pembantu itu haram hukumnya atau makruh. Tetapi alasannya lebih bersifat teknis
dan kasuistik.
Kasusnya kira-kira mirip dengan larangan Nabi SAW kepada Ali
bin Abil Thalib sang menantu untuk tidak berpoligami. Larangan itu tentu tidak
bisa disimpulkan bahwa poligami itu haram secara mutlak. Sebab
Rasulullah SAW dan rata-rata para shahabat hidup dengan berpoligami.
Bahkan Ali bin Abi Thalib sendiri pun berpoligami juga,
setidaknya beliau berpoligami sepeninggal Rasulullah SAW dan istrinya, Fatimah.
Satu hal yang agak unik dari rumah tanggal Ali dan Fatimah
adalah begitu besarnya campur tangan Rasulullah SAW di dalamnya. Bayangkan,
yang mengakikahi kedua putera mereka bukan bapaknya yaitu Ali, melainkan
kakeknya yaitu Rasulullah SAW sendiri.
Sebagian ahli sirah ada yang menganalisa bahwa yang
menafkahi pasangan suami istri itu pun Rasulullah SAW sendiri. Ibarat kata,
menantu numpang hidup sama mertua. Sebab konon saat itu Ali memang bukan
pedagang juga bukan pekerja yang punya banyak harta. Beliau lebih konsen jadi
pembelajar yang merupakan gudang ilmu.
Logikanya, dari mana duitnya untuk bisa membayar pembantu
buat kepentingan istrinya. Wajar kalau sang mertua, yaitu Rasulullah SAW sendiri
yang meminta puterinya untuk tidak membebani sang suami dengan kewajiban
membayar pembantu.
Dari sini kita bisa ambil pelajaran, kalau memang tidak
mampu bayar pembantu lantaran keuangan cekak, ya tidak perlu punya pembantu.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : Rumah
Fiqih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar